Bank Sentral Ikuti Irama Pasar
Tahan Suku Bunga Acuan
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memilih menyesuaikan dengan kondisi pasar yang relatif kondusif dalam menyikapi kenaikan fed fund rate (FFR). BI 7-day reverse repo rate (BI7DRRR) dipertahankan di angka 4,25 persen. Suku bunga deposit facility juga tetap 3,50 persen dan lending facility tetap di angka
5,00 persen.
’’Kami memandang kenaikan FFR memang sudah diperkirakan Bank Indonesia. Reaksi market kalem, mungkin karena lebih
price in. Jadi, itu yang membuat pasar lebih kalem dan lebih
confident,’’ jelas Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Yoga Affandi di gedung BI kemarin (22/3). Sebagaimana diketahui, Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, menaikkan suku bunganya 25 basis point (bps), dari 1,5 persen menjadi 1,75 persen.
Meski demikian, Yoga menuturkan bahwa BI mengamati kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed yang melebihi perkiraan. Yakni, mencapai empat kali dalam setahun.
Dia menguraikan, berdasar
summary economy projection yang diterbitkan The Fed, disebutkan adanya perbaikan pada pertumbuhan ekonomi AS. Hal tersebut salah satunya ditunjukkan dengan unemployment rate AS yang menurun. ’’Tapi, ternyata angka inflasinya tidak berubah. Dengan begitu, memang ada kemungkinan di tahun ini suku bunga The Fed bisa naik empat kali. Tapi ’baseline’ kami tetap diperkirakan tiga kali tahun ini,’’ jelasnya.
Kepala Departemen Komunikasi BI Agusman Zainal menyatakan, ada beberapa pertimbangan sehingga BI memutuskan menahan suku bunganya. Di antaranya, pertumbuhan ekonomi global 2018 diperkirakan meningkat meski terdapat beberapa risiko yang perlu dicermati. Peningkatan pertumbuhan ekonomi global bersumber dari perbaikan ekonomi negara maju dan negara berkembang yang terus berlanjut. Di negara maju, pertumbuhan ekonomi AS pada 2018 diperkirakan lebih tinggi dengan ditopang investasi dan konsumsi yang menguat seiring dampak stimulus fiskal.
Pihaknya juga memperkirakan proses normalisasi kebijakan moneter AS berlanjut dengan suku bunga FFR yang kembali meningkat. ’’Jadi, terdapat sejumlah risiko perekonomian global yang tetap perlu diwaspadai,’’ kata Agusman. Pertumbuhan ekonomi AS yang lebih tinggi dapat mendorong kemungkinan kenaikan FFR yang lebih cepat daripada perkiraan semula.
Pengamat ekonomi Indef Bhima Yudhistira menuturkan, keputusan BI tersebut memang sejalan dengan tekanan eksternal yang diprediksi meningkat pada April dan Mei mendatang. Di antaranya, mulai potensi kenaikan fed rate yang kedua pada rapat FMOC Mei hingga meningkatnya proteksionisme negara-negara tujuan ekspor Indonesia.
’’Itu berpengaruh ke ruang pelonggaran moneter BI yang sudah habis. Jadi, suku bunga acuan 7days repo tidak mungkin turun lagi. Apalagi, hasil rapat Fed mengindikasikan proyeksi kenaikan fed rate hingga 2020 sebesar 135 bps menjadi 3,1 persen,’’ jelasnya kemarin.