Sampai Ada Yang Putus Sekolah
Gara-gara KIP Tidak Tersalurkan ke Siswa
SURABAYA – Camat Sukolilo Aknti Budiarti menyatakan, 643 kartu Indonesia pintar (KIP) yang ditemukan tergeletak di depan laundry pada Senin lalu (13/3) tercantum tahun 2016 dalam berkas penerimaannya. Hal itu diketahui saat pemeriksaan bersama dengan perwakilan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). ’’Tapi, saya belum tahu pasti apakah kartu itu terbit 2016 atau diedarkan 2016,’’ katanya.
Beberapa data yang tertera dalam kartu itu diakui sebagai siswa yang tinggal di Keputih dan Gebang Putih. Masing-masing jumlahnya 220 untuk Keputih dan 423 untuk Gebang Putih. ’’Penerimanya jenjang SD sampai SMA,’’ ujar camat yang merangkap lurah Keputih itu.
Dia telah mengonfirmasi bahwa kartu itu masih bisa digunakan. Artinya, masih bisa didistribusikan ke anak-anak yang berhak menerima. Kartu itu segera diserahkan ke siswa yang berhak. Pihaknya mengaku siap mendistribusikan kartu itu. Bisa jadi, siswa yang membutuhkan sudah lama menanti bantuan itu. Namun, mereka ternyata tak kunjung menerima kartu
Jika kartu tersebut siap diedarkan 2016, setidaknya hampir dua tahun kartu itu tergeletak begitu saja. Dana yang tidak tersalurkan mengendap di bank. Sesuai dengan juklak PIP 2017, bantuan KIP diberikan bagi siswa dalam rentang umur 6–21 tahun. Siswa akan menerima bantuan uang tunai yang nominalnya berbeda- beda tiap jenjang sekolah. Per semesternya, siswa SD menerima bantuan sebesar Rp 225 ribu, SMP Rp 375 ribu, SMA/SMK Rp 500 ribu, dan lembaga atau pelatihan sebesar Rp 1 juta.
Dari hasil pemeriksaan Polrestabes Surabaya, nama-nama yang berada dalamkartumemangkeberadaannya betul sebagai penerima KIP. ”Namun, karena dua tahun tidak menerima, ada yang sampai sudah putus sekolah duluan,’’ ujar Kasubbaghumas Polrestabes Surabaya Kompol Lily Djafar.
KIP tersebut didistribusikan ke Surabaya melalui jasa ekspedisi perusahaan berinisial SAP. Dari penelusuran ke PT SAP, diketahui KIP itu dikirim melalui kurir freelance mereka, Ahmad Zuhri H.R., dan Mujahidin. PT SAP menugaskan kepada kurir untuk mengirim KIP ke wilayah di Surabaya, salah satunya di Sukolilo. Belum jelas kenapa akhirnya KIP itu malah diletakkan di depan laundry. ”Begitu penyelidikan selesai, polisi akan mengembalikan barang bukti kartu itu untuk segera didistribusikan,” ujar Lily.
Menghindari terulangnya kejadian itu, legislatif menyarankan agar pemkot ikut dilibatkan dalam pendistribusian. Selama ini data penerima KIP hanya dipegang pemerintah pusat. Sementara penerima belum tentu paham bagaimana alur pemberian atau pencairan bantuan program Presiden Jokowi itu.
Dinas pendidikan membenarkan bahwa mereka tidak memegang data penerima bantuan KIP yang sinkron dengan kementerian. ”Kalau KIP itu kan sejalur dengan Kartu Keluarga Sejahtera, jadi datanya harusnya dari Kementerian Sosial, disinkronkan dengan Dinas Sosial di daerah,” jelas Kabid Pendidikan Menengah Dispendik Surabaya Darminto kemarin (22/3).
Jika ingin melihat data penerima KIP sesuai dengan KKS, warga bisa mengecek ke Dinsos. Namun, perihal keberadaan data itu belum bisa dipastikan ada di Dinsos atau tidak. Kalaupun memang ada, apakah sudah disesuaikan dengan data kementerian atau tidak. Kepala Dinsos Surabaya Supomo enggan memberi keterangan ketika dihubungi Jawa Pos kemarin siang.
DPRD Surabaya menilai jika perlu KIP bisa dibagikan secara kolektif melalui sekolahsekolah. Jalur pendistribusian bisa diawasi oleh dispendik. ”Selama ini terjadi masalah karena distribusinya tidak melibatkan pemerintah kota,” ujar anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti.
Sebenarnya, jika ingin pendistribusian lebih sederhana, pemerintah pusat bisa menyalurkan KIP layaknya penyaluran Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan bantuan pangan non-tunai. ’’Siapa yang mendapatkan bantuan ini, pemkot punya datanya. Dan pemkot bisa lebih cepat update data,” urai Reni.