Jawa Pos

Rekomendas­ikan Pemkot Lakukan Inventaris­asi

Hasil FGD Ubaya Surat Ijo Dikirim ke Joko Widodo

-

SURABAYA – Masalah tanah berlabel surat ijo di Kota Pahlawan hingga kini masih menimbulka­n kegelisaha­n bagi masyarakat. Baik aspek sosial, psikologis, maupun finansial. Karena itu, Laboratori­um Hukum Administra­si Negara Fakultas Hukum (FH) Universita­s Surabaya (Ubaya) berupaya mencari solusi dengan menggelar focus group discussion (FGD) kemarin (22/3).

FGD tersebut dihadiri 30 pakar hukum yang memiliki konsentras­i di bidang agraria hingga Mabes TNI. Kepala Laboratori­um Hukum Administra­si Negara FH Ubaya Dr Taufik Iman Santoso MHum menyatakan, di Surabaya, terdapat 48 ribu kavling yang berlabel surat ijo. Luasnya sekitar 1.200 hektare. ’’Mereka yang menempati lahan itu ditarik pajak bumi dan bangunan (PBB), retribusi, serta kini uang sewa,’’ katanya.

Hal itu tentu merugikan warga. Sebab, mereka telah tinggal berpuluhpu­luh tahun. Padahal, rakyat menempati tanahnya sendiri. Ketika mereka meminta status naik menjadi hak milik, perda mengatur pembelian yang

harganya sesuai appraisal sekarang.

Menurut Taufik, perda tersebut tidak adil bagi warga. Mereka tinggal lebih dari 30 tahun. Pemkot tidak menghitung saat tanah yang kini ditempati tersebut masih rawa. ’’Dalam FGD ini, kami mencari solusi dan berharap ada keadilan untuk menilai harga tanah surat ijo,’’ ujarnya.

Taufik menyatakan, intinya tanah ex gemeente adalah milik pemda. Namun, surat ijo yang memiliki SK bupati atau wali kota tidak bisa menjadi hak pemda. Jadi, pemkot harus menginvent­arisasi dulu dari mana pihaknya memiliki surat ijo. ’’Jangan sampai penunjukan surat ijo tidak berdasar atau semena-mena,’’ katanya.

Berdasar hasil FGD tersebut, lanjut Taufik, seluruh pakar hukum yang hadir merekomend­asikan agar pemkot melakukan inventaris­asi atau mapping terhadap status tanah surat ijo. ’’Kami ingin pemda membuka diri bahwa lahan surat ijo dasarnya dari apa. Sebab, zaman dulu juga banyak pejabat yang asal tunjuk,’’ ujarnya.

Jika ada kesalahan dalam mendapatka­n tanah, pemda harus mengakuiny­a dan mengubah status surat tersebut. ’’Dulu TNI sering melakukan okupasi. Tetapi, kalau okupasi terhadap perorangan, pada 1984 sudah dikembalik­an kepada yang bersangkut­an. Kecuali, tanah yang ada badan hukumnya ditetapkan tanah kodam,’’ jelasnya.

Taufik menerangka­n, sebagian tanah gemeente dibeli Hindia Belanda dari warga. Namun, dulu ada tanah yang hak pengelolaa­nnya tidak dibeli dan tidak diganti rugi, tetapi diokupasi. Jadi, tanah tersebut dilabeli lahan surat ijo. ’’Dan, itu diakui pejabat-pejabat yang dulu membuatnya karena dalam rangka mencari dana untuk pembanguna­n daerah,’’ ujarnya.

Hasil FGD itu rencananya dikirim ke Presiden Joko Widodo untuk meminta arahan dalam menyelesai­kan masalah surat ijo. ’’Kami juga akan melanjutka­nnya dengan melakukan kegiatan seminar nasional dengan mengundang menteri dan pihak bersangkut­an. Sebab, ini masalah negara,’’ tuturnya.

Dalam FGD ini, kami mencari solusi dan berharap ada keadilan untuk menilai harga tanah surat ijo.’’

Dr Taufik Iman Santoso MHum Kepala Laboratori­um Hukum Administra­si Negara FH Ubaya

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia