SBY Soroti Utang Pemerintah
SUMEDANG – Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara soal utang pemerintah yang terus naik. Hal tersebut disampaikan SBY ketika berkunjung ke Sumedang, Jawa Barat, kemarin (23/3). SBY mengingatkan pemerintah untuk berhatihati karena rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) semakin tinggi. SBY menyatakan, setiap pemerintahan punya kebijakan ekonomi masing-masing
Presiden Ke-6 RI
Komentar itu disampaikan SBY terkait rasio utang atas PDB yang terus naik.
Kalau di atas 30 persen harus semakin berhati-hati.”
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Presiden Joko Widodo (Jokowi) boleh saja menggenjot infrastruktur, tapi tidak boleh mengabaikan pembangunan manusia.
”Itu sah-sah saja, walaupun kebijakan Pak Jokowi berbeda dengan kebijakan saya dulu. Tak bisa disalahkan,” terang dia melalui keterangan resminya.
Menurut SBY, tidak ada yang salah dalam program pembangunan infrastruktur yang dilakukan Jokowi. Khususnya proyek jalan dan perhubungan. Program tersebut pasti memiliki manfaat. Namun, jika perekonomian melambat, pembangunan pasti akan berdampak kepada rakyat kecil.
Perlambatan ekonomi akan berdampak pada pertumbuhan sektor riil. Akibatnya, lanjut dia, lapangan pekerjaan akan berkurang atau perusahaan terpaksa harus menurunkan biaya gaji buruh. Daya beli masyarakat juga akan melemah.
”Otomatis sektor riil yang sudah lemah itu akan semakin tidak menggeliat,” terangnya.
Pada era pemerintahannya, SBY menjalankan empat pilar strategi ekonomi. Yaitu, progrowth, pro-job, pro-poor, dan pro-environment. Kebijakan itu membuat pertumbuhan ekonomi meningkat pesat dan daya beli masyarakat menjadi stabil. ”Tentu di sana sini banyak persoalan, namun makroekonomi dan sektor riil bisa kita jaga,” urainya.
Saat Jokowi menjadi presiden, pemerintah lebih menggenjot pembangunan infrastruktur dengan menambah utang luar negeri. Menurut politikus kelahiran Pacitan itu, utang luar negeri boleh-boleh saja dilakukan, asal rasionya terhadap PDB masih dalam kepatutan. Jika utang mencapai 30 persen dari PDB, pemerintah harus berhati-hati. ”Kalau di atas 30 persen harus semakin berhati-hati,” tutur SBY.
Saat ini utang pemerintah mencapai Rp 4.034,8 triliun. Jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan 2015 yang merupakan periode awal pemerintahan Jokowi, yakni Rp 3.165,13 triliun.
Rasio utang terhadap PDB sudah mencapai 29,24 persen. Meningkat jika dibandingkan dengan akhir pemerintahan SBY yang sebesar 24,7 persen.
Sebenarnya, bila dibandingkan dengan rasio utang negara lain, angka 29,24 persen masih rendah. Sebagai perbandingan, Thailand memiliki rasio 41,8 persen terhadap PDB-nya. Adapun rasio utang Malaysia mencapai 52,7 persen. Bahkan, Vietnam malah sampai 63,4 persen.
Saat ekonomi sedang melambat, SBY menyarankan agar tidak semua anggaran digunakan untuk infrastruktur. Perlu ada upaya pemerintah untuk membuat perekonomian menggeliat. Salah satunya memberikan insentif kepada masyarakat guna meningkatkan daya beli.
”Saya hanya mohon kepada pemerintah, infrastruktur bagus, tapi jangan lupakan pembangunan manusia, lapangan pekerjaan, dan daya beli masyarakat,” ucapnya.
Di tempat terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta semua pihak tidak membesar besarkan peningkatan jumlah utang pemerintah. Boleh ada diskusi publik terkait hal itu. Namun, mantan managing director Bank Dunia tersebut meminta semua pihak tidak menjadikannya sebagai alat untuk menyudutkan pemerintah. Dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
”Perhatian politisi dan beberapa ekonom mengenai kondisi utang beberapa bulan terakhir sungguh luar biasa. Dikatakan luar biasa karena isu ini dibuat dan diperdebatkan seolah-olah Indonesia sudah dalam kondisi krisis utang sehingga masyarakat melalui media sosial juga ikut terpengaruh dan sibuk membicarakannya,” katanya kemarin.
Ani –sapaan Sri Mulyani– menjelaskan bahwa perhatian elite politik, ekonom, dan masyarakat terhadap utang pemerintah sebenarnya baik. Agar pengelola keuangan negara terus waspada. Namun, itu akan kontraproduktif jika ada pihak-pihak yang sengaja membuat publik resah.
”Upaya politik destruktif seperti ini tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang baik dan membangun,” tegasnya.
Terkait defisit dan posisi utang yang menjadi sorotan, Ani meyakinkan bahwa dua hal tersebut terus dikendalikan. Bahkan jauh di bawah ketentuan UndangUndang Keuangan Negara. Dia mencontohkan, pada 2017 defisit APBN yang diperkirakan mencapai 2,92 persen PDB berhasil diturunkan menjadi sekitar 2,5 persen. Tahun 2018 target defisit pemerintah kembali menurun menjadi 2,19 persen PDB.
”Pada kurun 2005–2010, saat masa saya menjabat menteri keuangan sebelum ini, Indonesia berhasil menurunkan rasio utang terhadap PDB dari 47 persen ke 26 persen. Suatu pencapaian yang sangat baik. Dan, APBN Indonesia menjadi semakin sehat meski jumlah nominal utang tetap mengalami kenaikan,” paparnya.
Pengamat ekonomi INDEF Bhima Yudhistira menuturkan, tanggapan pemerintah terkait polemik utang tersebut merupakan bagian dari membangun kepercayaan publik. Dia menekankan, jika utang dikelola secara profesional dan transparan, perdebatan soal utang tidak akan membuat gaduh.
”Jadi, ini masukan juga buat pemerintah agar masyarakat selain diedukasi soal manfaat utang, juga diedukasi tentang risiko dari meningkatnya utang,” jelasnya kemarin.