Teror Itu Masih Ada
SERANGAN di Trebes, Prancis Selatan, sungguh menyentak. Sedikitnya dua orang tewas dan sejumlah orang dijadikan sandera oleh seseorang bersenjata yang menuntut dibebaskannya Salah Abdeslam, anggota ISIS otak teror maut Paris pada November 2015 yang menewaskan 137 orang.
Tak pelak, itu menunjukkan bahwa ISIS masih ada. Dan masih mampu melakukan serangan. Itu seharusnya menjadi alarm bagi berbagai negara untuk tetap waspada dengan tanzhim jihadi paling keras saat ini.
Hari-hari terakhir ini dunia cenderung memandang ISIS sudah kolaps. Serangan teror memang masih ada, tapi terbatas di kawasan-kawasan tertentu. Misalnya di Timur Tengah. Teror terjadi di negaranegara yang memang masih kacau seperti Afghanistan, Yaman, Syria, dan Iraq. Itu pun, intensitas dan kualitasnya cenderung menurun.
Basis ISIS memang telah dihabisi. Di Syria, mereka dihajar gabungan kekuatan Rusia, tentara Syria, tentara Peshmerga Kurdi, pasukan Turki, serta koalisi negara-negara Eropa Barat dan AS. Di Iraq, tentara nasional berhasil merebut kembali lebih dari 90 persen wilayah yang sempat dikontrol ISIS. Hingga pada 9 Desember 2017, PM Iraq Haider Al Abadi mengumumkan bahwa pihaknya telah mengalahkan ISIS.
Namun, serangan di Prancis Selatan tersebut menyatakan bahwa ISIS masih ada dan tetap berbahaya. Secara organisasi dan teritorial, mereka mungkin kalah. Tapi, secara ideologi, mereka tetap eksis dan tetap berbahaya. Dengan hilangnya teritori, serangan ISIS makin sulit dideteksi. Ibarat tempat sampah yang dihancurkan, sampah yang ada justru makin tersebar di mana-mana.
Itu pula yang harus diwaspadai di Indonesia. Selama dua tahun terakhir, Indonesia memang mengalami penurunan kualitas maupun kuantitas serangan teror. Namun, bukan berarti ideologi ISIS sudah lenyap. Yang terakhir adalah pembunuhan terhadap salah seorang anggota Polri di Semarang yang sampai sekarang belum terungkap. Diduga, anggota polisi tersebut dibunuh sel teroris.
Di Indonesia, memang ada kecenderungan para sel ISIS itu melakukan penyerangan terhadap
near enemy, musuh yang dekat. Dalam hal ini, anggota Polri yang menjadi sasaran.
Kesadaran bahwa ISIS masih eksis dan mengintai harus dibarengi kesadaran untuk bernegara yang lebih baik. ISIS hanya bisa hidup dan berkembang di kawasan yang mengalami kerusuhan atau perpecahan.
Indonesia kini memasuki tahun politik. Sebuah tahun yang biasanya ditandai dengan perpecahan yang sangat tajam di antara masyarakat. Apalagi jika sentimen agama dibawa-bawa. Semoga serangan di Prancis Selatan menyadarkan politisi kita untuk tidak melakukan kampanye yang membuat ISIS berkembang biak di Indonesia.