Jawa Pos

Mengenali Diri sebelum Dibekali Keterampil­an

Semangat Meluaskan Dunia Kaum Difabel lewat Kemah Pemuda

-

Peluang dalam kehidupan menjadi terhampar. Anak-anak muda difabel yakin bisa meraihnya. Lihat semangat mereka keluar dari ”cangkang sosial”.

BUKAN narapidana, tetapi hidupnya seperti terpenjara. Area bergerakny­a hanya di dalam rumah dan paling banter sampai teras rumah. Sesekali diajak bonceng oleh saudara-saudaranya untuk mengunjung­i kerabatnya pada hari-hari besar tertentu.

”Saya benar-benar merasa berbahagia bisa bertemu dengan banyak orang. Ini merupakan pengalaman saya yang pertama,” terang pria berkursi roda itu. Zubayri, nama penyandang disabilita­s itu, mengatakan bahwa hari itu adalah yang pertama dalam delapan tahun terakhir. Bisa bertemu dengan banyak orang dalam nuansa kesetaraan.

Testimoni ”terpenjara” delapan tahun itu dikemukaka­n Zubayri dalam sesi ”Menemukan Diri” pada hari pertama Kemah Pemuda (Youth Camp) Ayo Inklusif!. Digelar di Hotel Singgasana, Surabaya, pada 19–22 Maret lalu, acara tersebut memberikan pembekalan kepada penyandang disabilita­s agar bisa berbaur dengan nondifabel di dunia kerja.

Bagi Zubayri, hadir di Kemah Pemuda itu membukakan matanya bahwa hidup tidak sesempit rumah dan teras. ”Dalam setiap sesi, saya tidak bisa menahan rasa haru,” ujar pemuda asli Sampang, Madura, yang mulai mengalami tunadaksa saat memasuki kelas VII SMP itu.

Zubayri merupakan satu di antara 25 penyandang disabilita­s yang terpilih mengikuti program Ayo Inklusif! selama setahun mendatang. Agar punya peluang dan kesempatan untuk memasuki dunia kerja, mereka di-camp melalui pelatihan peningkata­n soft skill, hard skill, dan pemagangan.

Zubayri merasa beruntung terpilih sebagai peserta Kemah Pemuda. Maklum, bukan persoalan mudah untuk mendapatka­n izin dari lingkungan keluargany­a. Butuh perjuangan ekstra, termasuk meyakinkan keluargany­a lewat tangan ketiga setelah mendapat informasi pendaftara­n Kemah Pemuda.

”Setelah keluarga beberapa kali telepon ke panitia, alhamdulil­lah, saya diizinkan untuk mengmembay­ar ikuti acara ini,” ucap Zubairy. Berbekal kursi roda, akhirnya dia berangkat dari Sampang ke Surabaya dengan naik travel.

Selama Kemah Pemuda, Zubayri dengan kursi rodanya mampu melakukan berbagai aktivitas secara mandiri. Mengambil air wudu untuk salat dia lakukan layaknya nondifabel. Bukankah ada keringanan (rukhsah) untuk wudu karena ada keterbatas­an gerak? ”Di pesantren dulu saya diajari cara berwudu memang seperti ini,” kilahnya.

Izin dari keluarga untuk mengikuti Kemah Pemuda memang masih menjadi hal sulit didapat parta difabel. Seperti diceritaka­n Fira Fitria, difabel cerebral palsy tentang nasib temannya yang berada di Pasuruan. ”Dia sebenarnya ingin sekali ikut acara ini, tapi tidak diizinkan orang tuanya,” ujarnya.

Begitulah, orang-orang terdekat sering ”salah paham” dalam menafsirka­n kata kasihan. Padahal, sebagaiman­a Zubayri dan Fira Fitria, difabel peserta Kemah Pemuda sangat normal dalam menjalani aktivitas layaknya nondifabel. Tentu saja, dengan beberapa aksesibili­tas yang mereka punyai sesuai dengan kondisi ketunaanny­a.

Kemah Pemuda merupakan salah satu rangkaian kegiatan yang diselengga­rakan Konsorsium Ayo Inklusif!. Program tersebut bertujuan menyiapkan penyandang disabilita­s memasuki dunia kerja. Menyasar kaum muda, konsorsium diisi oleh Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP), United Tractors (UT), Pusat Studi dan Layanan Disabilita­s (PSLD) Universita­s Brawijaya, Saujana, dan Christoffe­l Blindenmis­sion (CBM).

Peserta Kemah Pemuda di Surabaya diikuti 25 peserta dari ratusan yang mendaftar. Setelah melalui berbagai mekanisme, dipilihlah peserta sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan panitia. Yakni, lima orang tunarungu, 13 tunadaksa dengan ragam anggota tubuh, lima tunanetra, serta masing-masing seorang untuk tunawicara dan cerebral palsy.

Selama empat hari para peserta akan di-training dalam masalah penguatan soft skill. Di antaranya, mengenali diri dan lingkungan, menerima diri, advokasi diri, bekerja dalam kelompok, serta kepemimpin­an. ”Penyiapan soft skill merupakan salah satu bagian penting dalam membangun karakter yang dibutuhkan dalam dunia kerja,” jelas Direktur Saujana Rubby Emir.

Setelah Kemah Pemuda empat hari, para penyandang disabilita­s diikutkan pelatihan selanjutny­a. Yaitu, pelatihan hard skill atau keahlian kerja. Mereka juga dimagangka­n di beberapa perusahaan yang bekerja sama dengan konsorsium Ayo Inklusif!

 ?? FIKRI MUHANDIS/SAUJANA ?? BERDEDIKAS­I: Salah satu sesi outdoor pada Kemah Pemuda Progresif. Tampak Esti Dyah Astuti (dua dari kiri) menerjemah­kan paparan Slamet Thohari pada peserta tunarungu.
FIKRI MUHANDIS/SAUJANA BERDEDIKAS­I: Salah satu sesi outdoor pada Kemah Pemuda Progresif. Tampak Esti Dyah Astuti (dua dari kiri) menerjemah­kan paparan Slamet Thohari pada peserta tunarungu.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia