Penjara 6,5 Tahun buat Kadispendik Nonaktif
Kasus Mutasi di Pemkab Nganjuk
SIDOARJO – Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) nonaktif Ibnu Hajar dan Kepala SMPN 3 Ngronggot nonaktif Suwandi harus menjalani penahanan dalam waktu lama. Dalam sidang dengan agenda vonis kasus suap mutasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di Sidoarjo kemarin, mereka tidak mendapatkan banyak pengurangan hukuman. Suwandi divonis empat tahun penjara dan Ibnu Hajar 6,5 tahun.
Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan menyatakan, Ibnu Hajar dan Suwandi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ’’Menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun,’’ kata Wayan saat membacakan putusan untuk Suwandi.
Selain pidana penjara, Suwandi diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider enam bulan penjara. Selanjutnya, Ibnu Hajar divonis 6,5 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan.
Dalam pembacaan putusan kemarin, Wayan juga mengungkapkan pertimbangan yang memberatkan dan meringankan. Yang memberatkan, perbuatan kedua terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Keduanya juga terbukti menghimpun dana dari sejumlah pejabat dan PNS dalam proses mutasi di Pemkab Nganjuk. Akibatnya, proses mutasi dan rotasi tidak berjalan secara adil.
Yang meringankan, dua terdakwa dianggap bersikap sopan selama sidang. Kemudian, mereka juga belum pernah dihukum.
’’Terdakwa kooperatif selama sidang,’’ lanjut Wayan.
Vonis yang dijatuhkan kepada Ibnu Hajar dan Suwandi kemarin lebih ringan enam bulan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, JPU menuntut Suwandi dihukum 4,5 tahun dan denda Rp 200 juta. Selanjutnya, Ibnu Hajar dituntut tujuh tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
Dimintai konfirmasi terkait vonis terhadap kliennya, Kristal Pamungkas –penasihat hukum Ibnu Hajar– menyatakan, kemarin dia langsung berkomunikasi dengan Ibnu Hajar. ’’Kami menggunakan hak untuk pikir-pikir selama tujuh hari,’’ ucap Kristal.
Menurut dia, pada dasarnya, Ibnu mengaku bersalah dalam kasus suap tersebut. Apalagi status Ibnu sebagai aparatur sipil negara (ASN). Meski demikian, lanjut Kristal, kliennya hanya menjalankan perintah atasan. ’’Muaranya tetap di bupati,’’ terangnya.
Sementara itu, jika pihak Ibnu Hajar menyatakan pikir-pikir, Suwandi langsung menyatakan menerima vonis majelis hakim. Edi Sucipto –penasihat hukum Suwandi– menjelaskan, vonis terhadap kliennya kemarin merupakan putusan paling ringan.
Edi menambahkan, meski terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, Suwandi hanya menjalankan perintah pimpinan di dinas pendidikan.