Tidak Ada Pihak yang Dirugikan
Ditemukannya 643 KIP di Kecamatan Sukolilo
SURABAYA – Kasus ditemukannya 643 kartu Indonesia pintar (KIP) di Sukolilo masih bergulir. Polrestabes Surabaya mengungkapkan perkembangan terbaru penyelidikan kemarin (23/3). Sudah ada 10 saksi yang diperiksa. Lima di antaranya merupakan pelajar yang semestinya berhak mendapatkan kartu program Presiden Jokowi itu. Dari semua saksi, belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
Tiga di antara lima siswa tersebut berstatus pelajar SMP. Adapun dua lainnya ternyata sudah putus sekolah. Namun, menurut Kapolrestabes Surabaya Kombespol Rudi Setiawan, dua anak tersebut keluar bukan karena tidak mendapat KIP. Mereka yang kini masing-masing berusia 18 tahun dan 20 tahun itu ternyata putus sekolah sebelum 2016 (tahun yang tertera di amplop KIP). Selain itu, meski tidak menerima bentuk fisik KIP, tiga siswa tersebut ternyata berhasil menerima pencairan dana KIP.
Dengan latar belakang itu, polisi menyimpulkan bahwa tidak ada pihak yang dirugikan. ’’Sebab, meski tidak mendapat KIP, bantuan tetap diberikan,’’ ucap Kombespol Rudi Setiawan.
Sementara itu, lima saksi lainnya adalah orang yang terlibat dalam kasus penemuan KIP
Mereka adalah Kardi, Musjahidin, Ahmad Zahri Hamid Romadhona, Sutikno, dan Samuel. Kardi yang memiliki usaha laundry itu mendapati karung berisi KIP di depan rumahnya di Nginden Jangkungan, Kecamatan Sukolilo.
Dia lantas menyerahkan kartu tersebut ke salah satu tokoh masyarakat di kampungnya, Musjahidin. Oleh Musjahidin, kartu diserahkan ke Polsek Sukolilo pada Selasa (20/3).
Orang yang bertanggung jawab mendistribusikan kartu tersebut adalah Ahmad Zahri Hamid Romadhona. Dia bekerja sebagai tenaga kerja lepas PT Satria Antara Prima (SAP), perusahaan langganan pemerintah dalam melakukan distribusi.
Kartu itu datang pada 7 Mei 2016 diterima Sutikno yang bertanggung jawab atas operasional di Surabaya. Wilayah Sukolilo dipegang Samuel.
Samuel memerintah Hamid untuk mengirim KIP ke tujuh kelurahan. Ada tiga yang belum dibagi Hamid. Yakni, Klampis Ngasem, Keputih, dan Gebang Putih. Alasannya, pihak kelurahan tidak mampu mendampingi. ’’Sesuai SOP, pihak SAP tidak bisa memberikan kartu tanpa didampingi pihak kedua dalam hal ini kelurahan,’’ jelas Rudi.
Hamid melapor ke Samuel yang lantas memerintah Hamid untuk menyimpan kartu itu. Sudah dua tahun kartu di rumah Hamid. Hingga pada Sabtu (17/3) orang tua Hamid mengadakan pengajian. Beberapa barang dikeluarkan, termasuk karung berisi KIP itu. Ibu Hamid, Siti Halimah, menitipkan karung tersebut ke mertua Kardi, Umi Kalsum.
Sudamiran menyatakan, polisi tidak bisa menyalahkan Hamid maupun Samuel. Mereka dianggap sudah bekerja sesuai SOP.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Hamid Muhammad menjelaskan bahwa tidak adanya bentuk fisik KIP tidak memengaruhi bantuan yang diterima siswa. ’’Mereka tetap menerima haknya. Sebab, semua siswa itu masuk SK penyaluran sejak 2016,’’ tuturnya.
Kemendikbud menerbitkan SK siswa penerima bantuan ke dinas pendidikan kabupaten/ kota yang kemudian memberikannya ke sekolah/lembaga pendidikan beserta lokasi bank yang ditunjuk dan waktu pengambilan dana bantuan. Kalau tidak punya bentuk fisik KIP, mereka tidak usah khawatir. ’’Siswa bakal dilayani, bahkan tidak perlu surat keterangan kehilangan,’’ ungkap Hamid.