Bermula dari Keisengan Membaca Primbon
Prof Josef Prijotomo Tak Lelah Kenalkan Arsitektur Nusantara
Kecintaan Prof Dr Ir Josef Prijotomo MArch terhadap arsitektur Nusantara membuatnya ingin memasukkan tema itu ke dalam kurikulum mata kuliah. Berjuang sejak 2009, keinginan tersebut belum terwujud hingga sekarang. Namun, dia tak menyerah. Sudah ada kampus lain yang melakukannya.
ARSITEKTUR Nusantara mungkin masih kurang familier. Dalam dunia pendidikan pun, arsitektur Nusantara belum banyak dikenal mahasiswa. Apalagi di dalam kurikulum yang selama ini berjalan, memang belum ada.
’’Mahasiswa mungkin mengenalnya sebagai arsitektur tradisional. Tetapi, itu beda dengan arsitektur Nusantara,’’ jelas Josef saat ditemui di Departemen Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Rabu (21/3).
Arsitektur Nusantara merupakan arsitektur pada masa silam. Ruang gerak untuk kreativitas
dan perubahannya sangat luas.Dengan menggunakan teknologi masa kini, arsitektur tersebut bisa semakin berkembang.
’’Arsitektur Minangkabau, Toraja, dan Bali itu contoh yang kaya kreativitas dan menerima perubahan,’’ imbuhnya.
Sangat banyak inspirasi arsitektur masa lalu yang diperbarui sesuai dengan masa kini. Melihat hal tersebut, pria kelahiran 1948 itu berniat memasukkan arsitektur Nusantara sebagai salah satu kurikulum pendidikan arsitek
Setahu dia, di dalam pendidikan Indonesia, yang dijadikan pedoman justru arsitektur Eropa.
Fakta tersebut menyentil Josef. ’’Kalau mau dilihat, Indonesia itu begitu kaya dengan arsitektur yang luar biasa,’’ paparnya.
Bangunan-bangunan masa lalu, menurut dia, sama hebatnya dengan arsitektur Eropa yang digemari para arsitek negeri ini. ’’Hingga abad ke-18, Indonesia, Tiongkok, India, dan Eropa memiliki arsitektur masingmasing. Tetapi, yang diajarkan di dalam kurikulum hanya Eropa,’’ lanjutnya.
Hal itulah yang membuat Josef bersemangat memasukkan arsitektur Nusantara ke dalam perkuliahan. Di ITS, usaha itu dicobanya sejak 2009. Sayang, hingga sekarang belum bisa terwujud. Pihak kampus masih belum menyetujui dengan alasan minimnya dokumen tulis di Indonesia yang membahas arsitektur Nusantara.
”Kalau dokumen fisik tersebar di seluruh Nusantara. Sedangkan untuk membuat dokumen tertulis, dibutuhkan tim, sementara di ITS, kasarannya saya kayak sendiri,” ujarnya.
Josef tertarik pada arsitektur Nusantara mulai 1983. Berawal dari keisengannya membaca primbon. Di dalam buku tersebut, pria yang berulang tahun setiap 12 Maret itu menemukan tulisan tentang bangunan asli Indonesia.
’’Dari situ saya melihat ada lahan baru yang belum digarap orang. Akhirnya, saya mulai melakukan penelitian arsitektur Nusantara,’’ ungkap Josef.
Dia berkeliling Indonesia untuk melakukan penelitian terhadap rumah adat yang membuahkan Satyalencana dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 2015. Josef juga melakukan perjalanan untuk mengenalkan arsitektur Nusantara dari kampus ke kampus. Mulai kuliah tamu, seminar, atau workshop.
’’Kalau workshop, biasanya beberapa hari. Jadi, para pesertanya diajak langsung melihat bangunan adat yang berada tidak jauh dari lokasi,’’ lanjutnya.
Tanggapan dari universitas dan mahasiswa yang dikunjunginya sangat bagus. Mereka antusias dengan arsitektur Nusantara tersebut.
Kecintaan Josef pada arsitektur Nusantara tidak berhenti meski sekarang sudah berstatus pensiun mengajar yang dia tetapkan pada 12 Maret 2018, tepat pada hari ulang tahunnya yang ke-70. Salah satunya, dia menggelar sarasehan arsitektur Peng-konsteks-an Arsitektur Nusantara pada hari istimewanya itu.
Setelah memasuki masa pensiun, Josef semakin membuka diri menjadi narasumber bagi para peneliti muda yang tertarik pada arsitektur Nusantara. Meski keinginan memasukkan arsitektur Nusantara sebagai bahan ajar di almamaternya belum tercapai, sudah ada beberapa kampus lain yang menerima perjuangannya.
’’Saya sudah ditawari Universitas Katolik Parahyangan untuk menjadi guru besar dan membuat pusat studi arsitektur Nusantara di sana,’’ tutur lulusan Arsitektur ITS angkatan 1967 tersebut.