Retribusi Pemakaian Tanah Naik
Juga Berlaku untuk Tanah Surat Ijo
SURABAYA – Retribusi pemakaian tanah milik pemkot naik tahun ini. Kenaikan berlaku untuk jenis pemakaian tanah tertentu. Perubahan tersebut diatur dalam Perwali Nomor 9 Tahun 2018. Persentase koefisien untuk menghitung retribusi tanah diatur sesuai nilai jual objek pajak (NJOP) saat ini.
Kenaikan terjadi tidak di semua jenis pemakaian tanah. Setidaknya, ada delapan jenis pemakaian tanah yang diatur dalam perwali tersebut. Sebelumnya, retribusi itu diatur dalam Perwali Nomor 42 Tahun 2016. Perubahan penghitungan retribusi hanya terjadi pada dua jenis pemakaian tanah saja. Yakni, pemakaian
tanah milik daerah yang belum punya IPT serta yang sudah ber-IPT, tetapi berjangka pendek dan menengah. Jangka pendek diartikan digunakan selama dua tahun. Sementara itu, jangka menengah selama lima tahun.
Kenaikan retribusi tanah yang belum ber-IPT terbilang signifikan. Retribusi tanah yang belum punya bangunan dihitung dengan koefisien 30,36 persen. Dalam perda sebelumnya, retribusi hanya dihitung dari NJOP dikalikan luas tanah dan koefisien 21,58 persen.
Perubahan juga terjadi pada pemakaian tanah jangka pendek dan menengah yang sudah punya IPT. Namun, kenaikannya tidak begitu tinggi. Hanya sekitar 0,2 persen. Penggunaan tanah dibedakan berdasar klasifikasi jalan. Misalnya, jalan kelas V dengan lebar hingga 5 meter. Jalan kelas itu dikenai retribusi 0,30 persen dari NJOP dan luas tanah. Meningkat dari aturan sebelumnya yang hanya 0,22 persen.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya Adi Sutarwijono menyebutkan bahwa retribusi itu berlaku untuk pelayanan. ’’Namanya retribusi memang untuk pelayanan. Jadi, seharusnya ini tidak termasuk sewa. Kalau sewa, lain lagi,’’ jelasnya kemarin (23/3).
Pelayanan tersebut juga bersinggungan dengan para pemakai tanah yang termasuk kekayaan daerah. Sekitar 46 ribu warga di Surabaya memegang IPT atau dikenal dengan surat ijo.
Ketua Gerakan Pejuang Hapus Surat Ijo Surabaya (GPHSIS) Bambang Sudibyo mengaku baru mendengar adanya aturan baru soal retribusi tersebut. ’’Nggak ada sosialisasi ke warga,’’ ungkapnya kemarin.
Retribusi, sambung Bambang, sebenarnya tidak begitu signifikan untuk dikhawatirkan. Yang lebih penting adalah status tanah itu sendiri. Hak kepemilikannya harus dipastikan. ’’Kalau soal retribusi, dulu-dulu saja teman-teman enggan bayar. Apalagi kalau benar dinaikkan sekarang,’’ lanjutnya.
Menurut Bambang, sekitar 50 persen pemegang IPT sudah tidak membayar retribusi secara rutin. ’’Seharusnya kena denda, tapi buktinya nggak diapa-apakan,’’ tuturnya.