Jawa Pos

Penghulu Bakri ”Kalahkan” Menteri hingga Presiden

-

Presiden Joko Widodo menjadi pelapor gratifikas­i dengan nilai paling tinggi, Rp 58,7 miliar. Namun, jika jumlah laporan pemberian dihitung, Jokowi kalah jauh oleh Abdurrahma­n Muhammad Bakri, penghulu aparatur sipil negara (ASN) di Klaten.

BUKAN urusan mudah menolak uang ”transpor” dari keluarga pengantin kepada penghulu. Ditolak secara halus maupun terbuka, ucapan terima kasih itu tetap jamak diberikan dengan berbagai cara. Salah satunya, menyelipka­n ke tas si penghulu secara sembunyise­mbunyi.

Namun, selalu ada cara untuk menolak hal itu

Abdurrahma­n Muhammad Bakri, penghulu Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Trucuk, Klaten, selalu melaporkan setiap ”amplop” yang diberikan kepadanya ke Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK).

Di sistem pelaporan gratifikas­i KPK, Bakri merupakan sosok yang paling sering melaporkan gratifikas­i. Yakni 59 kali dalam rentang waktu 2015–2018 (Maret). Di antaranya, 57 gratifikas­i senilai Rp 4.260.000 dinyatakan milik negara oleh KPK.

Bakri mengisahka­n, pada awalnya dirinya merasa tidak enak ketika menolak uang ”transpor” yang diberikan oleh keluarga pengantin. Dia selalu menolak. Namun, selalu pula ada cara mereka untuk memaksa. Memang, bagi banyak keluarga pengantin, memberikan sejumlah uang kepada penghulu tidak dianggap sebagai beban. Melainkan ucapan terima kasih dan tanda syukur.

Namun, Bakri tetap teguh pada pendiriann­ya. Uang transpor itu bukanlah haknya. Harus dikembalik­an.

”Pihak keluarga pengantin kadang memaksa. Biasanya, dikasih waktu bersalaman saat mau pulang. Atau kalau nggak, malah dikasih di motor saya,” ungkapnya. ”Makanya, saya sempat cari solusi hingga akhirnya kepikiran untuk melaporkan ini ke KPK,” jelas Bakri saat ditemui di KUA Kecamatan Trucuk pada Jumat (23/3).

Bakri adalah lulusan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta. Dia menjadi pegawai KUA sejak 2005, lalu menjadi penghulu sejak 2012. Hingga saat ini, dia sudah menikahkan lebih dari 1.000 pasangan.

Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin memberikan apresiasi tinggi kepada Bakri. Penghulu di Klaten itu bahkan masuk nominasi peraih penghargaa­n KUA teladan yang digelar Agustus nanti. Menurut Lukman, Bakri adalah contoh teladan yang memperlaku­kan integritas tidak hanya sebagai slogan dan ungkapan.

Menurut dia, 59 kali melaporkan gratifikas­i merupakan bentuk konsistens­i kejujuran pada diri Bakri. ”Juga menunjukka­n sifat qanaáh (merasa cukup, Red). Sehingga berhati-hati dalam menerima rezeki yang sumbernya diragukan kehalalann­ya,” tuturnya kemarin (24/3).

Lukman berpesan agar sikap Bakri bisa menjadi motivasi dan inspirasi bagi seluruh ASN di Kemenag. ASN Kemenag di kantor pusat maupun di daerah harus bekerja secara profesiona­l, inovatif, dan berintegri­tas.

Para penghulu sebenarnya mendapatka­n penghasila­n yang lebih banyak sejak 2014. Itu sejalan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2014 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak di Lingkungan Kemenag. Di dalam ketentuan itu, pencatatan nikah pada prinsipnya gratis. Selama dilakukan di KUA dan pada hari kerja. Di luar itu, biaya pencatatan nikah dipatok Rp 600 ribu.

Dengan aturan itu, Direktur Gratifikas­i KPK Giri Suprapdion­o menilai, tidak ada alasan lagi bagi penghulu menerima uang ”transpor”. Sebab, setelah keluarnya peraturan Kemenag, penghulu mendapat honor Rp 150 ribu hingga Rp 450 ribu per pernikahan. ”Orang-orang (penghulu, Red) yang masih mau menerima itu sebenarnya tidak tahu diri. Karena negara sudah membayar semuanya (biaya penghulu, Red) dan tidak sedikit,” tegasnya.

Giri mengatakan, lembaganya sejatinya tidak mengharusk­an semua penghulu melaporkan gratifikas­i. Sebab, hal tersebut pasti membebani penghulu sendiri. Terutama yang tinggal di daerah terpencil dengan akses internet minim. ”Penghulu tidak kami harapkan harus melapor, tapi harus menolak,” ujarnya. ”Kalau penghulu diarahkan ke konteks pelaporan, bakal susah,” imbuh dia.

Tentu yang harus digarisbaw­ahi, penolakan gratifikas­i sebisanya dilakukan dengan cara halus sesuai budaya di daerah masingmasi­ng. Mengingat, tradisi pemberian uang ”transpor” merupakan kebiasaan lama yang telanjur membudaya di masyarakat. ”Kampanye kami adalah tolak gratifikas­i dengan senyuman,” tutur pria kelahiran Ponorogo tersebut.

Apakah perbaikan di kalangan penghulu sudah maksimal? Giri menyebutka­n, secara umum perubahan di tingkat grassroots sudah mulai terasa. Setidaknya itu terlihat dari masuknya dua penghulu di daftar top five pelapor gratifikas­i tertinggi. Yakni Bakri dan Samanto (penghulu KUA di Bantul).

 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia