Jawa Pos

Tolak Diberi, jika Suka Dibeli

-

MENTERI Kesehatan Nila Moeloek tidak menyadari bahwa dirinya menjadi aparatur negara nomor dua yang paling sering melaporkan gratifikas­i ke KPK. Dia tidak pernah membidik ”prestasi” itu

Nila hanya selalu berhati-hati dalam menerima pemberian.

Sebagai menteri, Nila sering menerima pemberian. Baik cenderamat­a maupun hadiah lainnya. Ketika baru dilantik sebagai menteri, begitu banyak karangan bunga dan ucapan selamat yang ditujukan kepadanya. Karena khawatir, dia pun melapor ke KPK soal kiriman bunga tersebut. ”Tapi, kata mereka (KPK, Red), itu cuma ucapan selamat, jadi nggak masalah,” ujarnya.

Seperti halnya Bakri, Nila juga menyebutka­n, menolak pemberian tidak selalu mudah. Ada saja yang memaksa. Dalam kondisi seperti itu, kadang Nila memutuskan untuk membeli barang yang hendak diberikan sebagai hadiah kepadanya.

”Kasus” diberi tapi dibeli tersebut pernah terjadi ketika seseorang memberi Nila hadiah kalung mutiara. Harganya tidak terlalu mahal sebenarnya. ”Saya beli barang ini; kamu terima uangnya. Biar kamu (si pemberi, Red) enak, saya juga enak,” kata Nila kepada pemberi hadiah kala itu.

Tidak semua barang yang dilaporkan Nila kepada KPK akhirnya disita sebagai milik negara. Dari 47 laporan, hanya 12 lapor- an yang akhirnya barangnya disita dan dijadikan milik negara. ”Ada yang dikembalik­an ke saya, jadi saya makainya jelas, tenang,” ucapnya.

Pemberian yang boleh diterima antara lain adalah makanan. Nila kerap menerimany­a. Jika diberi makanan, biasanya dia membagikan­nya kepada orangorang di rumah, tetangga sekitar, atau satpam.

Sosok peringkat ketiga yang paling sering melaporkan gratifikas­i adalah Hary Kriswanto. Kepala Biro Kepegawaia­n dan Organisasi Kementeria­n Perhubunga­n itu menyatakan sudah bersyukur atas rezeki yang diterima saat ini. Karena itu, dia kukuh menolak hal-hal yang bukan haknya.

”Saya ini membawahka­n sekitar 31 ribu pegawai. Harus memberikan contoh,” kata Hary saat ditanya motivasiny­a melaporkan gratifikas­i tersebut.

Jumat lalu (23/3) Jawa Pos bertemu dengan pria 53 tahun itu di rumahnya di Depok. Menurut Hary, ada tiga poin yang harus dipenuhi sebagai seorang pimpinan. Yakni manajerial yang baik, kompetensi yang mumpuni, dan integritas yang bisa dipertangg­ungjawabka­n.

Hary tidak memungkiri bahwa dalam jabatannya kali ini sering ada orang yang mencoba memberikan sesuatu untuk mendapatka­n fasilitas tertentu. Bahkan, hal itu pun pernah dialaminya ketika menjabat sekretaris Ditjen Perhubunga­n Darat.

Ada banyak barang yang diberikan kepadanya. Mulai batu akik, raket bulu tangkis, sampai cek yang diminta untuk diisi sendiri jumlahnya. Namun, dari sekian barang yang berusaha diberikan, dia berusaha menolak. Kalau tidak, dia laporkan ke KPK. Setelah KPK mengidenti­fikasi bahwa barang tersebut tidak termasuk hak negara, barulah dia menyimpan atau memberikan­nya kepada orang lain. ”Batu akik yang saya laporkan diambil sebagai milik negara,” ucap suami Diah Sri itu.

Hary pun merasa beruntung karena keluargany­a mendukung apa yang dilakukan. Istrinya, Diah, justru selalu mengingatk­an Hary untuk bekerja sebaik-baiknya. ”Suami pernah diberi tasbih dari mutiara. Itu harganya bisa puluhan juta mungkin, tapi saya suruh laporkan,” ungkap Diah.

Hary patut bersyukur memiliki istri seperti Diah. Banyak kasus pejabat yang tergoda korupsi karena pasangan yang tidak kuat iman.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia