Personal Best Nomor Dua, Charity Yang Utama
Angling Riris Tilarsih, Socialpreneur dan Pegiat Lari di Bali
Virus lari di Bali juga cepat menyebar. Salah satu yang ikut menyebarkan adalah Angling Riris Tilarsih. Perempuan 33 tahun itu juga getol mengumpulkan dana dari keikutsertaannya di berbagai race.
ORIENTASI Angling Riris Tilarsih saat mengikuti sebuah race agak berbeda dengan runners kebanyakan. Dia tidak pernah mengejar personal best (PB). Bungsu di antara empat bersaudara itu punya tujuan lain. Memberdayakan perempuan melalui hobinya berlari.
’’Orang lari 42K itu harus ada semangatnya. Sebab, di tengah-tengah ketika 21K pasti ada saja yang bikin semangat itu turun. Running for cause akan lebih mudah,’’ terang Lili, sapaan akrabnya.
Misalnya, ketika Kyoto Marathon Februari lalu, Lili menaklukkan fullmarathon (FM) untuk menggalang dana. Dia bekerja sama dengan brave. co.id yang merupakan sebuah perusahaan fashion olahraga. Brave mendesain jersey untuk digunakan Lili di FM. Setelah race, jersey diperbanyak, kemudian dijual. Seratus persen keuntungan disumbangkan.
Tahun ini, karena pemesanan jersey
dibuka pada International Women’s Day 8 Maret lalu, dia berfokus kepada perempuan. Profit yang terkumpul pun akan diberikan kepada Bali Wise, sebuah foundation yang fokus kepada anak-anak perempuan dan ibu-ibu lokal agar mendapatkan equality.
Sebenarnya, Lili tidak hanya berfokus kepada perempuan, melainkan semua masyarakat lokal, khususnya anak-anak. Dalamrace FM London Marathon tahun lalu, uang yang terkumpul diberikan kepada Bali Sport Foundation, yayasan yang fokus untuk equality anak-anak cacat agar mendapatkan akses olahraga yang sama. ’’Kalau di London Marathon kemarin bisa mendapatkan keuntungan 2.000 pound sterling atau sekitar Rp 39 juta. Kalau dari acara-acara Indorunners, sekitar Rp 20 juta–Rp 30 juta dapatnya,’’ jelasnya.
Tak berhenti di situ, untuk mendukung prinsipnya, #runforcause, brand-brand
yang mensponsorinya pun harus memberikan timbal balik kepada masyarakat. Misalnya East Bali Cashew, perusahaan yang memproduksi snack sehat untuk para pelari. Lili tertarik bergabung karena perusahaan tersebut mempekerjakan ibu-ibu yang dahulu datang mengemis ke Ubud dan menyekolahkan anak-anak mereka secara gratis.
Lili baru menggeluti lari sejak bergabung dengan Indorunners pada 2013. Dia kecemplung berkat bergaul dengan Patricia Heny Hastutiningrum, penggagas Indorunners Bali. Bersama Heny yang telah malang melintang di dunia lari, dia menyebarkan virus #runforcause. ’’Kebetulan gabung kan baru pindah ke Indonesia. Dulu nggak bisa lari. Ditemenin, dipepet, disemangatin
sampai bisa,’’ cerita perempuan kelahiran Jakarta, 12 Mei 1985, tersebut.
Sebenarnya, pascalulus postgraduate jurusan international business di De Monfort University Leicaster 2009 silam, Lili memang sudah menetap di Inggris dan bekerja di sana. Dia pulang ke Indonesia untuk menengok eyangnya. Satu petuah eyangnya menjadi alasan dia untuk memutuskan kembali ke Indonesia.
’’Sudah sekolah tinggi-tinggi, malah mengabdi sama negara orang. Pulanglah, Nduk. Buka sesuatu untuk bantu orang. Cari teman sebanyak-banyaknya yang dapat membantu,’’ kata Lili menirukan nasihat eyangnya yang kini telah tiada. Berbekal nasihat itu, ketika mendatangi pernikahan temannya di Bali, dia berkenalan dengan relasi temannya tersebut. Dia pun melihat banyak permasalahan yang dialami masyarakat lokal di Bali. Hal itulah yang membuatnya terketuk.
Awalnya, Lili melihat banyak petani di Keramas, Gianyar, yang mau menjual tanahnya karena tak memiliki uang untuk kehidupan sehari-hari. Mereka tak punya uang untuk menggarap sawah. Alasannya, sejak kecil para petani tersebut diajari membeli pupuk dan uangnya habis untuk itu. Padahal, menurut Lili, yang merupakan alumnus Institut Pertanian Bogor, menggarap sawah hanya butuh waktu luang. Lili pun mengusulkan kepada bupati Gianyar untuk memberikan penyuluhan kepada mereka.
Selain menggalang dana melalui
race, dia mendirikan akomodasi Barn ’n Bunk. Yang mengelola anak-anak dari daerah Keramas tersebut. ’’Barn ’n Bunk hanya tujuh menit dari startline
Bali Marathon. Jadi, para pelari banyak yang menginap di situ,’’ katanya. Akomodasi itu juga dekat dari tempat
surf terkenal di Pantai Keramas.
Bungalo-bungalo dari kayu itu berdiri setiap 1.000 meter persegi di tengahtengah lahan pertanian dan hanya dibangun 4 persennya karena bertujuan untuk preserving Bali. Para tamu yang datang menggunakan akomodasinya pun bisa menginap sekaligus berdonasi secara langsung kepada anak-anak yang membutuhkan. Sementara itu, selain disekolahkan, anak-anak yang bekerja part time di tempatnya diajari untuk berkembang dengan belajar berbahasa Inggris dan dituntun untuk menggapai mimpi.
Lili juga menulari mereka hidup lebih sehat dengan berlari. Pernah suatu ketika anak-anak tersebut mengeluh tidak bisa berlari karena tubuhnya gemuk. Lili kemudian membawa temannya yang memiliki ukuran tubuh lebih besar daripada mereka tetapi mampu menyelesaikan race FM. Sejak saat itu, mereka rajin ikut berlari.