Garam Pegang Peran Penting Kontinuitas Industri
Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
SWASEMBADA
garam menjadi target yang terus digiring lewat beberapa program khusus. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa garam sebagai komoditas strategis dapat mendukung rantai pasok dan meningkatkan nilai tambah sejumlah industri dalam negeri. ’’Jadi, sama pentingnya dengan bahan baku lain seperti baja dan produk petrokimia,” kata Airlangga.
Garam merupakan salah satu bahan baku pokok penunjang keberlanjutan produksi sejumlah sektor industri. ’’Penggunaan garam ini sangat luas, seperti di industri kimia, aneka pangan dan minuman, farmasi dan kosmetika, serta pengeboran minyak. Selain itu, garam dibutuhkan untuk bahan produksi industri kertas dan lensa kontak,” jelas Airlangga.
Hal itu menunjukkan fakta bahwa garam tak hanya memiliki peran langsung terhadap petani lokal namun juga kelanjutan sebuah industri. Bahkan, manufaktur yang menggunakan garam industri dinilai sebagai sektor andalan dalam menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia dan mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Menurut Airlangga, industri tersebut telah beroperasi puluhan tahun di Indonesia. ’’Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong kontinuitas produksi industri nasional yang berdampak pada lapangan pekerjaan, pemenuhan untuk pasar domestik serta penerimaan negara dari ekspor,” papar Airlangga.
Dia juga memaparkan kualitas garam yang digunakan oleh industri tidak hanya terbatas pada kandungan Natrium klorida (NaCl) minimal 97 persen. Namun juga kandungan lain yang harus diperhatikan, seperti kalsium dan magnesium maksimal 600 ppm serta kadar air yang rendah.
Kualitas tersebut adalah standar yang dibutuhkan industri aneka pangan, industri Chlor Alkali Plant (CAP), dan soda kostik. Sedangkan garam yang digunakan oleh industri farmasi untuk memproduksi infus dan cairan pembersih darah harus mengandung NaCl sebesar 99,9 persen.
Kadar tinggi tersebut tidak semuanya dapat dipenuhi oleh garam produksi dalam negeri. Selain jumlah produksinya yang belum mencukupi, kadar garam dalam negeri juga masih terbilang rendah. Di tingkat petani garam, misalnya, kadar NaCl yang dihasilkan umumnya berada di bawah 94 persen. Hal itu dipengaruhi oleh salinitas air laut, iklim, serta teknologi.
’’Alasan tersebut membuat pemerintah harus mengimpor garam untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri-industri tersebut. Sedangkan untuk garam konsumsi masih dapat dipenuhi oleh industri garam nasional. Apalagi, jumlah kebutuhan garam industri yang semakin meningkat tiap tahun,” papar Airlangga.
Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk menyambut baik adanya kebijakan baru yang memastikan mengenai ketersediaan pasokan bahan baku garam industri. ’’Kami memberikan apresiasi kepada pemerintah karena serius menyelesaikannya. Ini sesuai dengan harapan di kalangan industri dalam negeri yang membutuhkan garam sebagai bahan baku produksi,” ujar Tony.
Sedangkan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menyampaikan kebutuhan garam industri. Saat ini, industri makanan dan minuman membutuhkan 550 ribu ton garam sebagai bahan baku setiap tahun. Angka tersebut naik sekitar 22 persen dibandingkan pada 2017 yang hanya 450 ribu ton.