Impor Dilakukan tanpa Perantara
MENANGGAPI soal garam industri, Direktur PT Asahimas Chemical Eddy Sutanto menyatakan bahwa garam industri setidaknya dibutuhkan oleh lebih dari 400 perusahaan nasional. Kebutuhan tersebut juga untuk menopang peningkatan ekspor, salah satunya pabrik kimia di Cilegon, Banten yang telah melakukan perluasan usaha sejak 2016 dengan nilai investasi lebih dari Rp 5 triliun.
’’Ekspansi dilakukan dalam rangka mengurangi impor bahan kimia dan mengamankan pertumbuhan industri kimia dan industri-industri turunannya. Maka dari itu, kebutuhan garam industri meningkat seiring dengan perluasan investasi tersebut,” kata Eddy. Diperkirakan, industri kimia sejenis saat ini menggunakan garam industri impor sekitar 1,8 juta ton per tahun.
Eddy menjelaskan, untuk industri kimia, impor garam industri dilakukan langsung oleh industri kimia dan diterima di pelabuhan sendiri serta digunakan sendiri. ’’Jadi, tidak ada broker. Hal itu untuk menjaga keberlangsungan produksi yang beroperasi 24 jam dan menjaga cost competitiveness untuk kebutuhan di dalam negeri dan persaingan di pasar ekspor,” tuturnya.
Selain itu, adanya investasi baru di sektor industri pulp dan kertas, yaitu PT Oki Pulp and Paper di Sumatera Selatan membutuhkan garam industri sebanyak 120 ribu ton. Merujuk data Kemenperin, kebutuhan garam industri nasional pada 2018 sekitar 3,7 juta ton. Bahan baku itu untuk memenuhi permintaan industri kertas dan petrokimia sebesar 2.488.500 ton.
Selain itu, bahan baku garam didistribusikan ke industri farmasi dan kosmetik 6.846 ton serta industri aneka pangan sebanyak 535 ribu ton. Sisanya, kebutuhan bahan baku garam sebesar 740 ribu ton disumbang oleh industriindustri lain.