Tukang Rumput pun Ada Standar Gaji Minimum
PERNYATAAN pemerintah bahwa mereka tidak bisa mengintervensi penentuan gaji driver ojek online (ojol) dipandang sebagai sikap lepas tanggung jawab
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan, pemerintah tidak hanya boleh mengintervensi kebijakan gaji dari aplikator, tapi harus.
”Karena jika pemberi kerja menetapkan gaji seenaknya tanpa standar yang jelas, namanya bukan hubungan kerja, tapi eksploitasi, slavery (perbudakan, Red),” kata Iqbal kemarin.
Pemerintah harus segera menegaskan definisi dari ”mitrapengemudi”. Sebab, para aplikator kerap berlindung di balik kata ”mitra” dan mengabaikan hak-hak para driver angkutan online. Akhirnya, gaji pun ditentukan seenaknya. ”Tidak jelas, gimana gajinya, gimana jaminan sosial BPJS-nya, gimana jaminan kecelakaan kerja, dan hari tuanya juga,” katanya.
Kunci dari permasalahan gaji driver ojol adalah Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas yang tidak menyertakan kendaraan roda dua sebagai angkutan umum. Hanya dibatasi pada roda empat. Karena itu, hak-hak dan kewajiban yang menaungi para penyelenggara angkutan umum tidak bisa diberlakukan pada kendaraan roda dua (ojek). ”Kami KSPI sedang mengajukan judicial review ke MK. Tujuannya, roda dua dimasukkan ke dalam angkutan umum,” jelasnya.
Lain halnya dengan taksi. Menurut Iqbal, meski juga disebut mitra, mereka tetaplah berstatus karyawan dari perusahaan taksi. Ada perjanjian kerja yang terbentuk, ada serikat pekerja yang menaungi. Dengan begitu, hak-hak karyawan berupa gaji layak, berbagai tunjangan, dan jaminan sosial bisa terpenuhi.
Posisi para driver itu, menurut Iqbal, dilematis. Mereka tetap dinamakan pekerja karena sesuai UU No 13 Tahun 2003, mereka menerima upah dari pemberi kerja (aplikator). ”Akhirnya para aplikator memanfaatkan celah hukum ini untuk menetapkan gaji (pembayaran ke driver) seenak-enaknya,” paparnya.
Memang, agak aneh jika pemerintah tidak bisa mengintervensi penentuan penghasilan tarif driver ojol. Pemerintah provinsi DKI Jakarta saja mampu menentukan tarif pekerja lepas seperti tukang potong rumput. Untuk pekerjaan informal itu, seorang pemberi kerja diwajibkan memberikan gaji Rp 138 ribu per hari. Itu sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No 16 Tahun 2018 tantang Upah Minimum Sektoral Tahun 2018.
Sementara itu, ekonom dari Insitute Development of Economics and Finance Bhima Yudistira mengatakan, driver ojol seharusnya dianggap sebagai pekerja, bukan mitra. Hal tersebut dilakukan supaya mereka memiliki kekuatan untuk bernegosiasi secara langsung dalam penentuan batas tarif minimum. ”Kalau dianggap sebagai mitra, si driver tidak akan pernah mendapat transparansi. Nah, ini ada di Kementerian Tenaga Kerja. Karena tarif masuk ke komponen upah,” tambahnya.
Menurut Bhima, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa yang disebut pekerja memiliki indikator seperti upah, kontrak, dan administrasi lamaran kerja. ”Kalau untuk upah atau tarif roda dua mungkin bisa mengacu pada penghitungan bensin, UMR provinsi, perawatan, cicilan, itu bisa dihitung tarif minimal yang ditentukan,” ujarnya.