Gubernur Sultra Lebih Berat
BILA merujuk sejarah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tuntutan jaksa terhadap Setnov terbilang biasa saja. Sebab, bukan hukuman maksimal yang diminta jaksa kepada majelis hakim. Dengan pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor, Setnov sejatinya bisa dipidana seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara.
Sejauh ini, tuntutan tertinggi jaksa KPK terhadap terdakwa kasus korupsi masih dipegang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar
J
Dia dituntut seumur hidup dalam perkara suap sengketa pilkada yang melibatkan sejumlah kepala daerah. Akil juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU) kala itu.
Berikutnya, ada pula tuntutan terhadap hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Syarifuddin. Hakim yang tertangkap tangan menerima suap di rumahnya pada 2011 tersebut dituntut 20 tahun penjara oleh jaksa KPK.
Baru-baru ini KPK juga menuntut Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) nonaktif Nur Alam dengan pidana penjara 18 tahun. Tuntutantuntutan itu jauh lebih tinggi daripada tuntutan terhadap Setnov kemarin. Lebih jauh ke belakang, pada 2013, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Fathanah dituntut hukuman penjara 17,5 tahun atas kasus suap pengurusan kuota impor daging.
”Seharusnya KPK menuntut maksimal dari dakwaan,” kata Erwin Natosmal Oemar, peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR), kepada Jawa Pos kemarin.
Erwin mengatakan, publik sejatinya berharap jaksa meminta hakim menjatuhkan hukuman maksimal. Sebab, peran Setnov sebagai aktor sentral dalam korupsi e-KTP sangat sulit diterima. Apalagi, Setnov berkali-kali melakukan ”drama” mengulur-ulur penyidikan dengan berbagai cara. Salah satunya, dia diduga merekayasa perawatan di RS Medika Permata Hijau. Saat ini kasus itu masuk tahap penuntutan. ”Tuntutan Setnov tidak memenuhi ekspektasi publik alias ringan,” ujarnya.
Berbeda dengan Erwin, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut tuntutan untuk Setnov kemarin cukup adil. Sebab, selain hukuman 16 tahun penjara, jaksa juga meminta hakim untuk menjatuhkan hukuman tambahan yang berupa uang pengganti USD 7,4 juta dikurangi Rp 5 miliar. ”Tuntutan 16 tahun cukup adil bagi seorang SN (Setya Novanto, Red),” ungkapnya saat dihubungi Jawa Pos.
Menurut Fickar, besarnya tuntutan pidana JPU itu pasti didasarkan pada fakta-fakta persidangan dan sikap terdakwa selama persidangan. Sejauh ini, menurut dia, tuntutan tersebut sudah menggambarkan perbuatan Setnov dalam skandal e-KTP yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun. ”Pidana tambahan dicabut hak politiknya juga cukup adil dan harus diapresiasi,” imbuh dia.