Jaga Anak Tetap Pede
Orang Tua Penyeimbang Pengidap Epilepsi
Diagnosis epilepsi mungkin sulit diterima sebagian besar orang tua. Masih dalam rangka Purple Day atau Hari Epilepsi setiap 26 Maret, marilah mengenal lebih dekat tentang epilepsi agar tepat memberikan pola asuh. Mereka butuh tumbuh, berkembang, bukan dikucilkan.
Epilepsi terjadi akibat adanya lonjakan listrik pada otak. Baik itu sebagian atau beberapa bagian. Dokter Heri Subianto SpBS dari Divisi Stereotactic & Functional Neurosurgery National Hospital Surabaya menganalogikan otak seperti sebuah komputer. Jika ada salah satu bagian komputer yang tegangan listriknya terlalu tinggi, bagian itu akan mengalami korslet. ”Sama dengan otak. Ada salah satu otak yang mengalami lonjakan listrik. Inilah epilepsi,” kata Heri.
Gejala awal yang muncul bergantung pada bagian otak mana yang mengalami lonjakan listrik. Dengan begitu, kejang hebat bukanlah gejala pertama epilepsi. ”Kalau ’korslet’ menjalar ke bagian otak lain, baru pasien akan kejang,” paparnya.
Pada anak-anak yang belum bisa mengungkapkan apa yang dirasakannya, kejang kerap menjadi tanda utama. Perlu digarisbawahi bahwa kejang yang dimaksud bukan selalu kejang hebat dengan seluruh tubuh bergetar dan mulut berbusa.
Misalnya, yang dialami Gusti Agung Lakshita Kepakisan, 4. Ibundanya, Ayu Arini, awalnya tidak menyadari bahwa gadis kecil yang kerap dipanggil Shita itu kejang pada usia 4 bulan. Ayu sering melihat putrinya terbangun dari tidur dengan kaget. Matanya melotot ke arah samping dan lehernya kaku. ”Awalnya saya pikir dia kaget atau mimpi buruk saja,” kenang Ayu. Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan, diketahui bahwa Shita menderita epilepsi.
Epilepsi memang menghambat perkembangan otak anak. Akibatnya, anak tidak bisa mengikuti perkembangan anak seusianya. Hal itulah yang menjadi kekhawatiran terbesar orang tua. Karena itu, banyak orang tua yang memilih menutup diri dan menjadi overprotektif pada anak. Hal tersebut sebetulnya tidak perlu. Menurut Nurlita Endah Karunia SPsi Mpsi, psikolog sekaligus dosen psikologi Universitas Surabaya, orang tua memegang kendali penuh dalam menentukan kegiatan untuk menunjang tumbuh kembang anak. ”Bukan melarang, tapi membatasi dan menemani. Ortu harus pandai menyeimbangkan agar kejang tidak kambuh, tapi anak menjadi percaya diri,” kata Nurlita.
Prinsip itulah yang diterapkan Ayu kepada Shita. Pada mulanya Ayu memasukkan Shita ke ’’sekolah’’ saat berusia 6 bulan. ”Sebetulnya bukan sekolah, tapi seperti program khusus. Saya bilang sekolah karena masuknya tiap hari. Lima hari dalam sepekan,” jelas Ayu.
Sepuluh bulan kemudian, Ayu memutuskan untuk mengikutkan Shita dalam program di rumah yang dibuatnya. Sebelumnya, Ayu mengikuti kursus pelatihan program tersebut di klinik tumbuh kembang anak di Jakarta. Program itu meliputi latihan tumbuh kembang yang disesuaikan dengan kemampuan Shita.
Bosan dengan program, perempuan yang tinggal di Jakarta itu mengembalikan Shita ke ’’sekolah’’ pusat tumbuh stimulasi bayi dan balita. Menurut dia, hal itu penting. Sebab, Shita mulai belajar bersosialisasi dengan orang lain. ”Awalnya mungkin belum paham. Tapi, lama-lama dia mengerti maksud orang lain, namun masih belum bisa merespons,” ungkapnya.
Ayu juga kerap mengajak Shita berenang. Jika tidak sedang dalam program sekolah, Shita berenang tiga kali dalam sepekan. Satu di antaranya di kolam umum, sedangkan dua lainnya di kolam plastik di rumah. Kuncinya adalah memberi batasan waktu. ”Biasanya 20–30 menit, lalu angkat karena dokter tidak mengizinkan terlalu lama,” terang konsultan produk di sebuah perusahaan swasta di Jakarta itu.
Saat hari libur, Ayu mengajak Shita ke luar rumah. Misalnya, ke kebun binatang atau mengikuti acara keluarga. ”Kalau berangkat pagi, siang harus sudah pulang karena Shita diwajibkan tidur siang oleh dokter untuk mengurangi kejang,” kata Ayu.
Nurlita menambahkan, anak harus dikenalkan pada kondisi dirinya. Gunakan bahasa yang halus dan mudah dipahami. Sesuaikan dengan usia anak. Hal itu penting agar mereka bisa menjaga diri. ”Berikan edukasi kepada orang sekitar tentang kondisi anak supaya mereka bisa menangani jika terjadi hal darurat pada anak,” jelasnya.