Mencicipi Proses Pemilihan Umum
SURABAYA – Siswa SD memang belum memiliki hak suara dalam pemilihan umum (pemilu). Namun, tidak berarti mereka tidak tahu sama sekali. Proses mengangkat kepala daerah atau negara bisa diajarkan di sekolah.
Di SD Muhammadiyah 15 Wiyung kemarin (29/3), siswa-siswi kelas III memainkan sosiodrama pemilu. ’’Aku jadi paslon (pasangan calon, Red) 1,’’ ujar Muhammad Alif Asshaqwan. Siswa kelas III B.J. Habibie itu pun tampil meyakinkan. Dia mengenakan setelan jas berwarna hitam. Zahra Ulina Ataya Suwondo, pasangan Alif, memakai kebaya hitam. Mereka berkompetisi dengan tiga paslon lainnya.
Alif senang bisa berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Meski belum pernah mengikuti pemilu, dia bisa mendapat pengalaman dari sekolah. Dia juga belajar tentang asas luber jurdil. ’’Jadi pemimpin itu harus tegas, baik, jujur, nggak boleh korupsi,’’ ucapnya.
Dalam kegiatan tersebut, Alif dan kawan-kawan menerima kertas yang berisi foto paslon. Kemudian, mereka memasuki bilik suara untuk menentukan pilihan dengan mencontreng salah satu paslon. Kertas dilipat dan dimasukkan ke kotak suara. Mereka dapat meninggalkan posko setelah mencelupkan salah satu jari ke tinta hitam sebagai tanda sudah menggunakan hak suara.
Zahra menuturkan, pasangan dengan jumlah pemilih terbanyak keluar sebagai pemenang. Mereka akan menjadi kepala daerah atau negara selama satu periode.
Guru kelas III BJ Habibie Ana Ropikaningsih menyebutkan, sosiodrama itu merupakan kegiatan tematik pendidikan kewarganegaraan. Yakni, topik sila kelima Pancasila. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ’’Karena itu, kami mengambil pembelajaran keadilan melalui pemilu,’’ tuturnya.