Bikin Trem, Wajib Edukasi Masyarakat
Dari Diskusi di Kuliah Umum Perkeretaapian di ITS
SURABAYA – Keinginan Pemerintah Kota Surabaya untuk membangkitkan kembali trem bisa menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan yang kini mulai terjadi di berbagi tempat. Dengan moda angkutan masal itu, pemkot tentu berharap pertumbuhan jumlah kendaraan bisa ditekan. Namun, membangun trem membutuhkan banyak persiapan.
Bakal dibangun di tengah kota, jalur trem tentu akan bersinggungan langsung dengan transportasi lain. Hal itu tentu bisa menjadi bumerang bagi keselamatan dan keamanan pengguna jalan. ’’Masalah seperti ini terjadi di seluruh dunia. Karena itu, sosialisasi ke masyarakat sangat penting,’’ ujar Leo Haring saat ditemui dalam acara Kuliah Umum Perkeretaapian di Ruang Sidang Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember kemarin (29/3).
Leo dikenal sebagai tenaga ahli di berbagai perusahaan kereta api di Belanda dan punya banyak pengalaman soal trem. Sosialisasi itu pun tidak sekadar memperkenalkan trem. Tetapi, juga menjelaskan kepada masyarakat mengenai bagaimana moda transportasi masal itu akan beroperasi, termasuk dampaknya terhadap pengguna di jalan raya.
’’Edukasi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara. Melalui media massa atau sekolah-sekolah,” lanjut salah seorang pendiri Indonesia Transport Forum di Belanda tersebut.
Dengan edukasi yang baik dan benar, masyarakat akan menjadi lebih sadar dan tidak sembarangan melintas maupun memotong jalur trem. Pengemudi trem pun harus diberi pelatihan sebelum diizinkan untuk menjalankan kendaraan di lapangan. Sebab, saat berada di tengah kota, kecepatan maksimal kendaraan tersebut tidak boleh melebihi 50 km/jam.
Selain memberikan edukasi kepada masyarakat, hal lain yang tidak boleh diabaikan adalah perawatan setelah moda transportasi itu berjalan. Sebab, jika sampai terjadi kerusakan, biaya yang harus dikeluarkan untuk perbaikan tentu tidak sedikit.
’’Perawatan trem dengan sistem listrik aliran atas atau catenary ini sebenarnya lebih mudah. Tetapi, kalau dilihat, tentu pemandangannya jadi kurang bagus,” tutur konsultan di HLR Consultancy tersebut. Apalagi jika jalur itu harus melewati pusat kota tua yang bersejarah. Tentu tidak sedap dipandang mata.
Sistem lain untuk trem adalah menggunakan baterai atau sistem listrik aliran bawah. Sistem listrik aliran bawah bisa berbahaya untuk pejalan kaki. Jadi, harus dibuat suatu sistem yang sedemikian rupa sehingga bisa aman.
Sementara itu, penggunaan baterai tidak membutuhkan infrastruktur yang rumit dalam pembuatan jalurnya. Namun, jika menggunakan cara itu, dibutuhkan suatu metode pengisian baterai yang canggih. Namun, tentu saja pemilihan sistem yang digunakan juga bergantung pada dana.
’’Pengkajian harus benar-benar dilakukan jika ingin membangun kembali trek yang sudah ada. Harus ada totalitas dalam perencanaannya,” ujar mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Hermanto Dwiatmoko. Pengkajian itu meliputi trace, permintaan, dan tentu saja pendapatan. ’’Sebelum trem dilempar ke swasta, pemkot harus melakukan studi terlebih dahulu,” lanjut ketua umum Masyarakat Perkeretaapian Indonesia (Maska) tersebut.
Trem dengan sistem listrik aliran atas atau catenary ini sebenarnya lebih mudah perawatannya. Tetapi kalau dilihat tentu pemandangannya jadi kurang bagus.” Leo Haring Konsultan perusahaan kereta api di Belanda