Dua Terdakwa Saling Tuding
Soal Bagi-Bagi Dana Hibah
SIDOARJO – Dua terdakwa kasus dugaan korupsi dana hibah pemkot saling tuding. Mereka saling menyalahkan terkait dengan pihak yang berinisiatif membagi-bagikan uang yang seharusnya digunakan untuk mendirikan percetakan.
Hal tersebut terlihat dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya kemarin (29/3). Dalam sidang itu, Wakil Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Cahaya Sugeng Rahardjo yang juga menjadi terdakwa bersaksi untuk Ketua KUB Hery Setiawan. Menurut Sugeng, Hery yang berinisiatif membagi-bagikan dana hibah.
Sugeng juga menuturkan, setelah dana hibah Rp 198 juta dicairkan melalui rekening Bank Jatim, uang itu dipakai untuk memesan satu mesin cetak dan satu mesin potong senilai Rp 172 juta ke Supardjo melalui Aqib, suami anggota DPRD Surabaya Khusnul Khotimah. Sisanya Rp 26 juta dibagi-bagikan kepada para anggota KUB. ’’Habis uang diambil, sisanya dibagi-bagi ke anggota di rumah Hery,’’ ujarnya.
Namun, keterangan tersebut dibantah oleh Hery saat menjadi saksi atas terdakwa Sugeng. Menurut dia, uang itu dibagibagikan di rumah Sugeng setelah diambil dari Bank Jatim. Setiap pengurus rata-rata mendapatkan Rp 2 juta. Sementara itu, Sugeng mendapatkan pinjaman Rp 8 juta dengan alasan untuk biaya anaknya kuliah. ”Pak Sugeng yang punya inisiatif mengajak ke rumahnya, lalu uangnya dibagi-bagikan,’’ kata Hery.
Dua terdakwa itu bersikeras saling menyalahkan. Situasi tersebut sempat membuat Ketua Majelis Hakim Wiwin Arodawanti menengahi. ’’Dari tadi, tetap menjadi masalah nggak ada titik temunya ini soal pembagian uang, sudah biar nanti majelis yang memutuskan,’’ ucap Wiwin.
Saat ditanya jaksa penuntut umum (JPU) Ferry E. Rachman, Sugeng menyatakan bahwa inisiatif untuk membuat KUB muncul setelah mereka menghadiri jaring aspirasi masyarakat (jasmas) anggota DPRD Surabaya Khusnul Khotimah di rumah Hery. Setelah
itu, dia bersama Hery dan Wondo berdiskusi di warung kopi dan sepakat membuat usaha percetakan. Sugeng kemudian membuat proposal dan Hery ditunjuk sebagai ketua. Sementara itu, Wondo tidak ikut karena namanya sudah terdaftar di proposal lain.
Sugeng dan Hery lalu mengumpulkan KTP orang-orang untuk didaftarkan sebagai anggota KUB. ’’Hery yang buat tanda tangan orang-orang pakai KTP, tanda tangan RT/RW juga dia yang buat,’’ tutur Sugeng.
Mereka kemudian memesan dua mesin cetak ke Supardjo, pemilik usaha percetakan CV Putra Mandiri melalui Aqib. Uang Rp 172 juta diberikan ke Supardjo sebagai uang muka tanpa kuitansi pembayaran. Namun, dua mesin itu tidak pernah diambil karena KUB Cahaya tidak sanggup melunasinya.
Jaksa Ferry mencurigai surat pembelian itu palsu. Sebab, saat menjadi saksi, Supardjo tidak mengakui bahwa tanda tangan yang tertera bukan tanda tangannya dan stempel bukan milik perusahaannya. Hakim Wiwin juga menyimpulkan bahwa laporan pertanggungjawaban (LPj) KUB Cahaya fiktif. Foto-foto yang ditampilkan dalam LPj ternyata gambar kantor CV Mandiri yang ditempeli papan nama KUB Cahaya.
Habis uang diambil, sisanya dibagi-bagi ke anggota di rumah Hery.’’
SUGENG RAHARDJO Wakil Ketua KUB Cahaya
Pak Sugeng yang punya inisiatif mengajak ke rumahnya, lalu uangnya dibagibagikan.’’
HERY SETIAWAN Ketua KUB Cahaya