Jawa Pos

Pasang Headset, Kepala Dipalu

-

”Nah di sini ini mungkin yang membuat istrinya semakin marah,” jelas Noerijanto.

Gelap mata, Desy meraih sebuah palu di dekatnya. Palu tersebut kemudian dia pukulkan ke pelipis sebelah kiri Fendik. Seketika itu juga, Fendik yang awalnya duduk ambruk tak sadarkan diri. Belum puas, Desy kembali mengayunka­n palu tersebut ke tengkuk sebelah kanan suaminya. Pukulan itulah yang menewaskan Fendik.

Bingung melihat suaminya tak bergerak, Desy memikirkan cara untuk lolos dari jerat hukum. Dia kemudian merancang seolaholah Fendik bunuh diri. Apalagi, dia tahu tidak ada saksi mata pembunuhan itu. Dua anaknya, kelas III SD dan berusia dua tahun, tengah terlelap di kamar.

Desy lantas menyumbat dua telinga dan mulut suaminya dengan lakban. Dia pun mengikat leher Fendik, lalu mengaitkan­nya ke langit-langit rumah.

Tentu saja, karena bukan profesiona­l, banyak kejanggala­n yang ditemukan polisi. Pertama, tali yang terikat di leher korban. Tali tersebut sangat tipis sehingga sangat tidak mungkin digunakan untuk menyangga tubuh manusia. Selain itu, saat ditemukan, posisi Fendik tengah dalam keadaan lutut menyentuh lantai. ”Untuk yang lakban itu, masih kami kembangkan karena pelaku juga masih belum mau berbicara banyak,” ucap mantan Kapolsek Tegalsari tersebut.

Kemarin (31/3) untuk kali pertama, Polsek Karang Pilang memperliha­tkan Desy. Ditanya apa pun, dia pilih bungkam. Dia tidak mau berbicara sepatah kata pun. Dia hanya mengangguk ketika dirinya ditanya apakah benar telah membunuh suaminya. Beberapa kali dia juga terlihat menangis dari balik kerpusnya.

Saat rilis itu, polisi menjaga Desy dengan ketat. Penyebabny­a, keluarga korban juga datang ke mapolsek untuk melihat pengungkap­an polisi tersebut. Kesedihan menghiasi wajah beberapa kerabat Fendik. Mereka tidak habis pikir nyawa Fendik berakhir di tangan istrinya. Salah satunya, ayah Fendik, Selamet Sari.

Sejak awal ditemukan kejanggala­n, dia tahu Desy yang menghilang­kan nyawa anak bungsunya itu. Fendik beberapa kali bercerita tentang ketidak harmoni san rumah tangganya dengan Desy. Sebagai ayah, Selamet spontan membela anaknya. ”Saya tinggal tidak 50 meter dari rumah anak saya, jadi dia kerap datang untuk cerita,” ucapnya.

Menurut Selamet, putranya itu merupakan pribadi yang ramah. Sebelum mengikuti jejak orang tuanya berjualan tahu bulat, Fendik menghidupi keluarga dengan berjualan burung via online. ”Coba search saja di media sosial Fendik Tri, pasti keluar. Jago milih burung anak saya itu,” jelas Selamet.

Selamet mengingat cerita terakhir ketika mereka bertemu. Fendik bercerita sudah menggadaik­an surat-surat rumahnya. Itu dilakukan untuk menutup utang yang dia miliki. Surat tersebut laku di pegadaian senilai Rp 4 juta. ”Istrinya tidak pernah curhat ke saya. Dia sangat tertutup Mas,” ujar pria 52 tahun tersebut.

Menurut Kanitreskr­im Polsek Karang Pilang Iptu Marji Wibowo, berdasar hasil pemeriksaa­n dengan saksi, Fendik sudah memiliki WIL hampir setahun terakhir. Perempuan itu tinggal di Kediri. Berdasar pengembang­an penyidikan, sebagian utang Fendik tersebut juga diberikan kepada WIL-nya. Atas perbuatann­ya itu, Desy dijerat dengan pasal 351 ayat 3 tentang penganiaya­an yang mengakibat­kan korban meninggal serta subpasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

Semua fakta di TKP menunjukka­n bahwa pembunuhan itu merupakan pembunuhan tunggal. Sebab, kejadian tersebut bukan pembunuhan berencana. ’’Murni karena letupan emosi,’’ kata Marji.

Kendati demikian, Marji tidak mau gegabah mengambil kesimpulan final. Sebab, tersangka tidak tertutup kemungkina­n mendapat bantuan dari orang lain. Dari hasil visum, ditemukan sejumlah luka baru yang terjadi ketika Fendik sudah meninggal. Namun, Marji enggan menjelaska­n letak luka tersebut.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia