Magedong-gedongan saat Purnama Kedasa
Vania Dwi Andhani Menyambut Anak Pertama
SURABAYA – Asap dupa menyebar di pekarangan salah satu rumah di Jalan Mulyosari Tengah kemarin (31/3). Sesaji kecil diletakkan tepat di pinggir pintu pagar berwarna hitam. Di balik pagar, sajian nasi, ayam, dan buahbuahan diletakkan dengan rapi di meja. Lonceng berbunyi sebagai tanda prosesi magedong-gedongan telah dimulai. Mantramantra doa prosesi magedong-gedongan pun dibacakan. Itu adalah upacara penyucian untuk calon ibu dan anak yang kandung.
Vania Dwi Andhani, 25, dengan usia kehamilan yang menginjak 32 minggu, sedang menunggu prosesi siraman.
Soedarsono, ayah Vania lah yang menyiramkan air bercampur bunga ke tubuh Vania. Tiga kali
sang ayah menyiram Vania. Diikuti Sri Ariani, ibu mertua Vania, yang turut menyiramkan air tiga kali.
”Tidak ada tuntutan harus berapa orang. Yang penting tetua dan kerabat dari calon ibu,” ungkap Mangku I Wayan Djuwet sebagai pemandu ritual. Prosesi siraman itu menjadi simbol pembersihan dan penyucian diri bagi sang ibu dan janin yang dikandung agar mara bahaya menjauhi mereka.
Setelah siraman dilakukan, Vania diharuskan berganti baju serta menggunakan riasan dan sanggul adat Bali. ”Baju yang digunakan tetap putih dengan kain kuning. Itu simbol warna-warna dewa,” ungkap Nengah Mariasa sebagai perias.
Vania dan sang suami, I Gusti Bagus Chandogya, duduk berdampingan dengan Mangku Wayan. Air suci dicipratkan ke tubuh keduanya. Mereka menengadahkan tangan sambil berdoa. Setelah doa dilakukan, Vania diminta untuk menjunjung tempat rempah-rempah dengan tangan kiri dan daun talas yang berisi air beserta ikan hidup di tangan kanan.
Ogy –sapaan akrab I Gusti Bagus Chandogya– kemudian berpindah duduk dengan menghadap sang istri. Dia memegang sebuah ikatan benang berwarna putih tulang yang ditempatkan lurus dengan daun talas di tangan Vania. Ogy lantas menusukkan bambu runcing kecil menembus ikatan benang hingga melubangi daun talas. Itu menjadi simbol kelahiran sang bayi. ”Harapannya, agar proses kelahirannya lancar,” jelas Mangku Wayan.
Upacara magedong-gedongan ditutup dengan sembahyang bersama. ”Saat mendokumentasikan memang tidak boleh mengganggu tata letak setiap benda. Apalagi menyela urutan acara. Sesaji jangan sampai terinjak,” ungkap Sinta Oktoviana, fotografer Es.Oh Studio.
Persiapan ritual magedong-gedongan itu hanya dilakukan selama dua minggu. ”Menurut perhitungan, itu jatuh Kamis (29/3), tetapi dilakukan sekarang karena bertepatan dengan purnama kedasa,” ungkap Nanik, sapaan akrab Sri Ariani. Purnama kedasa merupakan hari kemunculan bulan purnama kesepuluh menurut kalender Bali. Nanik menyatakan, purnama kedasa merupakan hari baik untuk melakukan segala jenis upacara adat.