Goresan Kisah Sebuah Perubahan
Pamerkan Lukisan 31 Perempuan
SURABAYA – Lobi Hotel Singgasana dihiasi banyak lukisan. Warna-warna goresan karya pelukis-pelukis perempuan itu tertata rapi di tengah ruangan dan setiap sisi lobi. Sejak kemarin (11/4) pameran lukisan bertajuk Metamorfosis digelar hingga 10 Mei mendatang. Semakin dekatnya momen Hari Kartini dimanfaatkan 31 pelukis asal Jawa Timur untuk memamerkan karya-karya mereka.
Judul Metamorfosis dipilih untuk melambangkan proses perkembangan dan perubahan diri. Kecantikan kupu-kupu merupakan hasil proses panjang yang membutuhkan pengorbanan dan perjuangan. Kupu-kupu itu kemudian diaplikasikan dalam banyak lukisan yang dipamerkan. Begitu pula, pameran tersebut menjadi wujud nyata emansipasi dan menggambarkan perubahan bagi perempuan untuk menjadi lebih baik.
Sedikit berbeda, Maria Novita Sechan memilih bunga dalam lukisannya. Lukisan berukuran 50 x 50 sentimeter tersebut menampakkan bunga merah muda dan kuning. ”Tak hanya kupukupu kan yang berproses. Bunga juga, dari pentil kecil hingga membuka seperti ini,” jelas perempuan berusia 38 tahun itu.
Lukisan berjudul Bunga Kehidupan itu bukan hasil goresan cat pada kanvas. Maria menggunakan medium sutra untuk lukisannya. ”Sebagai seniman kan harus berkembang, cari medium baru salah satunya,” ungkap perempuan yang berdomisili di Sidoarjo tersebut.
Melukis dengan medium sutra bukan hal mudah. Dia harus menggunakan cat yang berbeda agar lukisannya tidak luntur. ”Akhirnya belajar, cari tahu, eksperimen sendiri untuk membuat cat sesuai kebutuhan,” jelas alumnus Jurusan Seni Rupa Universitas Negeri Surabaya itu. Dia menggunakan cat sablon dan bahan batik untuk membuat komposisi cat tersebut.
Di tengah lobi terdapat lukisan yang menggambarkan tumpukan batu dengan seekor kupu-kupu di puncaknya. Lukisan karya Ardi Susanti itu dibuat dari proses sablon dan cat di atas kanvas. Lukisan berjudul Balance Stone tersebut ingin menggambarkan bahwa batu juga melalui proses panjang. ”Sebelum jadi batu, ada proses pengerasan juga. Begitulah hidup manusia,” imbuh perempuan yang berprofesi pegawai negeri sipil itu.
Dalam membuat karyanya tersebut, Ardi menggunakan cat sablon terlebih dahulu pada kertas. Tujuannya, tekstur batu bisa tergambar jelas. ”Kalau langsung cat di kanvas, sulit sekali mewujudkan detail begini,” ungkapnya sambil menunjuk titik-titik warna kehijauan pada batu yang dia gambar. Setelah itu, barulah kertas tersebut diaplikasikan pada kanvas.
Gambar tumpukan lima buah batu yang berbeda ukuran itu dipindahkan ke kanvas berukuran 100 x 100 sentimeter. Kemudian, Ardi menambahkan detail kupukupu berwarna pada kanvas.
Selain Ardi dan Maria, 29 pelukis perempuan lain terlibat. Di antaranya, Ary Indrastuti, Anny Djon, Aprilisfiya Handayani, Ar’santi, Aski Gd Ngurah M.S., Avy Alma Nabila, Dona Ghani, Dra Hj Ien Soeharsono, Eka Sudaryo, Endang Waliati, Esti S. Ardian, dan banyak lagi.