Studi Tiru ke Jerman dan Malaysia
JAKARTA – Pemerintah berusaha mencari jalan tercepat untuk perlindungan data pribadi yang lebih baik. Salah satunya dengan menjajaki studi tiru ke Jerman dan Malaysia.
”Ini bukan studi banding, tapi studi tiru,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara kemarin (12/4).
Studi tiru dilakukan karena Kemenkominfo ingin mengadopsi aturan perlindungan data pribadi di Jerman dan Malaysia untuk diterapkan di Indonesia
Kalau cocok dan sesuai dengan kondisi Indonesia, Rudi menyatakan tidak ragu-ragu untuk mengadopsi sistem tersebut secara keseluruhan.
Jerman telah mengesahkan seperangkat aturan yang dinamakan Net Enforcement Law (NetzDG) pada 1 Januari 2018. Sementara itu, Malaysia memiliki sistem yang disebut The Personal Data Protection Act (PDPA) yang berlaku sejak 15 November 2013.
Sistem NetzDG telah terintegrasi dengan Facebook. Di halaman pusat bantuan Facebook, pengguna dapat diarahkan ke halaman resmi yang berisi ketentuan dalam NetzDG. Dengan begitu, pengguna bisa menentukan konten yang ditemukan melanggar atau tidak.
Sementara itu, PDPA di Malaysia dijalankan oleh komisi khusus perlindungan data pribadi (PDP) yang memberlakukan aturan ketat terhadap siapa pun yang ingin mengakses data seseorang. Baik perusahaan, kelompok, organisasi, maupun individu lain.
Pada Mei 2017, komisi PDP Malaysia menjatuhkan denda kepada sebuah perusahaan yang memproses data-data pribadi tanpa sertifikat yang terdaftar. Pelanggaran itu bisa didenda maksimum 500.000 ringgit (setara Rp 1,7 miliar) dengan ancaman penjara tiga tahun.
Rudi menyatakan, saat ini Kemenkominfo telah mengirimkan tim ke Jerman dan Malaysia. Tim itu terdiri atas perwakilan berbagai stakeholder.
Di Jerman, menurut Rudi, pengesahan undang-undang ter- hitung cepat. Hanya dalam waktu sebulan pemerintah dan parlemen sudah sepakat. Sementara di Indonesia, pengesahan undangundang masih perlu waktu.
Rudi mengatakan, sejak 2016, Kemenkominfo menyadari betul bahwa seperangkat aturan tentang PDP sangat diperlukan. Saat itu juga pihaknya menyusun draf UU PDP. Namun, jika menunggu pengesahan, memang memakan waktu. ”Jadi, kami bikin aja peraturan menteri saat itu. Buktinya, sampai sekarang berguna,” katanya.
Ketua Harian Ikatan Auditor Teknologi Indonesia (IATI) Yanto Sugiharto mengatakan, terkait dengan PDP, fokusnya bukan Indonesia mau mencontoh negara mana. Entah itu Malaysia, Jerman, atau negara lain. Namun, bagi dia, yang terpenting dari program PDP adalah koordinasi antar kementerian dan lembaga.
”Percuma ada PDP kalau big data tidak terjaga dan koordinasi antar kementerian atau lembaga tidak ada. Hal itu sering terjadi di Indonesia,” tuturnya.
Dia mengatakan, aturan soal PDP sejatinya sudah ada. Tetapi, karena ada ego dari tiap kementerian/lembaga, pembuatan PDP sekadar ada dan menjadi proyek regulator.
Dia menjelaskan, meskipun nanti RUU PDP disahkan, belum tentu koordinasi antar kementerian/lembaga terjamin. Misalnya, saat ini big data kependudukan berada di Kemendagri. Tapi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memiliki pusat data yang bisa disewakan kepada siapa pun. ”Padahal, tupoksi BPPT bukan di situ (menyewakan pusat data, Red),” tuturnya.
Yanto mengungkapkan, di jajaran instansi pemerintah pusat saat ini terjadi rebutan proyek pusat data. Sebab, pengelolaannya memiliki nilai rupiah yang lumayan besar. Dia menegaskan, tugas utama saat ini adalah memperkuat koordinasi pusat data yang tersebar di banyak instansi supaya keamanannya lebih terjamin.
Saat ini big data paling besar yang dikelola pemerintah bisa jadi berada di Kemendagri. Yakni data nomor induk kependudukan (NIK). Data itu dapat diakses lembaga pelayanan publik milik pemerintah atau swasta.
Saat ini ada lebih dari seratus lembaga pelayanan publik yang bekerja sama dengan Kemendagri terkait dengan akses NIK tersebut. Mulai kementerian dan lembaga pemerintah, perbankan, perusahaan telekomunikasi, usaha asuransi, sampai leasing atau pemberi pinjaman.
Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, dari sisi Kemendagri, akses terhadap NIK tidak dipersoalkan selama tidak disalahgunakan. Bahkan, semakin banyak yang mengakses NIK di pusat data Kemendagri, semakin besar pemasukan buat negara. Sebab, saat ini pemerintah sedang menyiapkan skema penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk setiap kali akses data NIK. Namum, Zudan mengatakan, belum dipastikan berapa rupiah PNBP yang bakal ditarik untuk setiap akses NIK itu. Dia menjamin sampai saat ini tidak terjadi kebocoran data di pusat data kependudukan Kemendagri.