Partisipasi Pemilih di Sabah Terancam Anjlok
Karena Syarat Nyoblos dengan E-KTP
KOTA KINABALU – Tingginya partisipasi pemilih di Sabah, Malaysia, pada Pemilu 2014 terancam turun drastis. Itu terjadi karena mulai diberlakukan syarat mencoblos yang sangat saklek, yakni harus dengan e-KTP. Selama ini banyak pemilih di Sabah yang hanya memiliki paspor.
Kegelisahan itulah yang tecermin pada acara sosialisasi pemilu di Kota Kinabalu, Sabah, Sabtu (14/4). Sosialisasi tersebut dihadiri langsung oleh Ketua KPU RI Arief Budiman dan Ketua Pokja Pemilu Luar Negeri Diar Nurbintoro. Dalam pertemuan itu, Arief menjelaskan tentang upaya KPU meningkatkan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu. Salah satunya lewat penerapan teknologi informasi.
Misalnya, penggunaan aplikasi sistem informasi data pemilih (sidalih). Sistem tersebut memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dirinya sudah terdaftar sebagai pemilih atau belum. Warga negara Indonesia (WNI) di Sabah sempat senang dengan berbagai inovasi KPU tersebut.
Namun, sebagian besar WNI yang hadir mulai gundah ketika Arief menjelaskan bahwa menurut undang-undang, masyarakat yang menggunakan hak pilihnya wajib memiliki e-KTP. ”Kami di sini banyak yang tidak memiliki e-KTP, Pak. Kami ada paspor, bahkan ada yang hanya surat lahir,” ujar Veronica, salah seorang WNI yang berasal dari Nusa Tenggara Timur.
Selama sepekan, Jawa Pos memang mengikuti penelitian bersama Mayjen Asrobudi terkait dengan akses pendidikan anak-anak pekerja migran Indonesia di Sabah. Penelitian tersebut digunakan untuk bahan tesis Asrobudi di Universitas Indonesia (UI).
Dari penelitian itu, terdapat sejumlah temuan bahwa kebanyakan pekerja migran di Sabah tidak mengantongi dokumen resmi. Tidak sedikit di antara mereka yang masuk secara ilegal. Kalaupun memiliki dokumen, biasanya hanya paspor. Kondisi itu juga yang kerap menyulitkan anakanak pekerja migran dalam mendapatkan akses pendidikan hingga SMA.
Konjen RI di Kota Kinabalu Krishna Djelani mengatakan, pihaknya masih menunggu instruksi dari pemerintah pusat untuk menyelesaikan persoalan tersebut. ”Intinya, kami sebagai pelaksana siap melaksanakan kebijakan pusat,” ujarnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Penerangan Sosial Budaya KJRI Kota Kinabalu Cahyono Rustam menjelaskan, selama ini partisipasi pemilih di Sabah tergolong baik. Pada 2014 terdapat 159 ribu pemilih. Yang menggunakan hak pilih sekitar 120 ribu orang. ”Kebanyakan di antara mereka menggunakan hak pilih dengan menunjukkan paspor,” kata Cahyono.
Selain datang ke KJRI, banyak WNI yang menggunakan hak pilih lewat kota suara keliling (KSK). Ada KSK yang ditempatkan di ladang (kebun sawit). Ada juga yang berada di distrik tertentu.
Ketua Pokja Pemilu Luar Negeri Diar Nurbintoro mengatakan, Kemenlu berupaya mencari jalan keluar terkait persoalan tersebut. Menurut dia, Kemenlu tengah berkoordinasi dengan Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Dalam Negeri. Koordinasi itu dimaksudkan untuk sinkronisasi data keimigrasian dan data kependudukan.
”Batas waktu e-KTP yang bisa digunakan untuk menyalurkan hak pilih itu kan Desember 2018. Semoga sinkronisasi data bisa tuntas sebelum itu,” ujarnya. Menurut dia, ketika data keimigrasian bisa sinkron dengan data kependudukan, paspor yang dimiliki WNI bisa ditindaklanjuti dengan penerbitan e-KTP.