Jawa Pos

Tiga Jam Tunggui Tubuh Suami yang Tergantung

Di Balik Istri yang Bunuh Suami Pakai Palu (2-Habis)

- MIRZA AHMAD

Suami meninggal, dua anaknya tak beribu-bapak. Itu fakta yang harus diterima Desi Ayu Indriani sekarang. Hanya saja, dia sering berkhayal. Kalau boleh kembali ke momen suram itu, Desi ingin memilih minggat. Bukan bertengkar hingga berujung pada kematian suaminya.

AMARAH Desi Ayu Indriani belum surut meski suaminya, Fendik Tri Oktasari, sudah jatuh tersungkur di ruang tengah rumahnya di kawasan Sawah Gede, Kedurus, Jumat malam (23/3). Namun, palu yang berlumuran darah Fendik sudah terlepas dari genggamann­ya dan tergeletak di lantai. ’’Waktu itu diperkirak­an Fendik pingsan,’’ ujar Aipda Arifin, penyidik pembantu yang menangani perkara tersebut dan menemani Desi selama wawancara.

Desi lantas mengambil lakban tak jauh dari tubuh korban. Lakban cokelat muda itu lantas digunakan untuk membekap mulut dan mengikat tangan Fendik. Yang pertama dilakban adalah mulut. Sambil melakban mulut Fendik, Desi menggerutu dalam hati. Amarah masih menguasai tubuhnya. ’’Dia ngomong yo iki lambe sing sering mbijuki aku. Itu yang kami catat dalam BAP (berita acara pemeriksaa­n),’’ kata Arifin.

Perempuan 26 tahun tersebut juga menggerutu saat melakban tangan suaminya yang sudah tak berdaya itu. ’’Iki tangan sing sering SMS-an karo selingkuha­n,’’ ujar Arifin menirukan pengakuan Desi setelah tertangkap. Desi yang ada di dekat Arifin diam saja. Dia sama sekali tak membantah keterangan tersebut. Wajahnya menunduk

Tangannya sibuk menata rambut. Dia lalu mengembusk­an napas panjang. Pertanda tak mau aksi brutalnya itu diungkit lagi.

Puas melakban, Desi duduk di depan suaminya yang masih terkapar di lantai. Beberapa menit kemudian, kesadaran kembali menguasai Desi. Dia bingung lantaran Fendik tak bergerak sama sekali. Dia akhirnya mengecek napas korban. Ternyata sudah tak ada embusan sama sekali. ’’Ada jarak waktu sekitar 5–7 menit dari selesai melakban hingga Desi sadar,’’ kata polisi dua anak itu.

Desi mengaku bingung saat itu. Semua perasaan bercampur aduk. Antara menyesal, sedih, dan lega setelah melampiask­an emosi kepada pria yang menikahiny­a sepuluh tahun lalu tersebut. Perempuan berambut panjang sebahu itu mengaku tidak pernah kalap sebelumnya. Dia juga menolak mengatakan bahwa rasa cemburulah yang membuatnya kalap. ’’Justru, Fendik yang ngawur kalau cemburu, Mas,’’ ucapnya.

Dia ingat betul ketika masih berpacaran dengan suaminya itu pada 2005. Fendik kerap cemburu lantaran Desi sering didekati pria lain. Kisah asmara mereka memang tak pernah mulus sejak awal. ’’Sering putus nyambung. Nah, di situ Fendik sering minum Sprite campur obat sakit kepala. Itu tandanya dia lagi ada masalah,’’ ujarnya lalu terkekeh mengingat kelakuan konyol almarhum.

Bahkan, para tetanggany­a tak mengira jalinan asmara keduanya bisa sampai jenjang pernikahan. ’’Saya sering digojloki, Mas. Wah, paling kakean ngombe Bodrexin awakmu yo,’’ tutur perempuan penggemar mi ayam tersebut.

Ada tenggat waktu yang cukup panjang saat Desi termenung di hadapan mayat suaminya hingga mengambil keputusan untuk membuat alibi. Sekitar 1 jam 20 menit. Berdasar hasil pemeriksaa­n, Desi mengetahui suaminya meninggal pada pukul 22.40. Dia akhirnya mengambil keputusan untuk menggantun­g suaminya dengan dua utas tali prusik.

Tali yang biasa digunakan para pendaki gunung itu sejatinya sudah dipasang Fendik saat hendak bunuh diri. Tali biru dongker dan abu-abu itu berasal dari pengait mainan mobil-mobilan milik anak sulungnya. Fendik sudah memasangny­a di kayu rusuk yang menggantun­g di langit-langit ruang tengah kediamanny­a.

Desi mudah saja mengangkat tubuh Fendik mendekati tali yang sudah bergelantu­ngan itu. Sebab, tubuhnya lebih besar daripada korban. Dia lantas mengaitkan leher suaminya ke tali yang sudah disusun melingkar tersebut. ’’Pas tengah malam, jam 00.00,’’ kata Desi saat ditanya kapan membuat alibi Fendik seolah-olah bunuh diri.

Headset yang terpasang di dua telinga Fendik diketahui dipakai korban sebelum dihabisi istrinya. Panggilan terakhir di handphone (HP) yang ditemukan petugas di kantong celana ternyata sudah direset. Setelah diselidiki, Fendik sempatmene­leponS,selingkuha­nnya, sebelum kehabisan pulsa.

Pelaku duduk termenung di hadapan suaminya selama tiga jam lebih. Mengingat perbuatan kejinya. Hingga akhirnya, pukul 03.30 dia berinisiat­if berlari sambil berteriak ke area belakang rumah. Desi menuju rumah orang tuanya. Dia memberi tahu bahwa Fendik bunuh diri. Sayang, alibi itu terbongkar oleh polisi tiga hari kemudian.

Perempuan yang suka biskuit cokelat tersebut mengaku benarbenar menyesal. Berkali-kali dia mengatakan ingin memutar waktu. Jika diberi kesempatan khayal itu, dia ingin melakukan hal yang seharusnya dilakukan sejak lama. ’’Saya pilih minggat kalau ujungnya sampai seperti ini. Kasihan anak saya,’’ ujarnya lirih sambil menunduk.

 ?? ZAIM ARMIES / JAWA POS ?? TINGGAL PENYESALAN: Desi harus hidup terpisah dengan buah hatinya. Dia dipenjara karena telah menghabisi suaminya.
ZAIM ARMIES / JAWA POS TINGGAL PENYESALAN: Desi harus hidup terpisah dengan buah hatinya. Dia dipenjara karena telah menghabisi suaminya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia