Upaya Pemkot ke DJP Kandas
Memohon Pembukaan Blokir Rekening PDPS
SURABAYA – Pada Rabu (18/4) tepat satu tahun rekening Perusahaan Daerah Pasar Surya (PDPS) diblokir. Pemkot sudah melobi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Surabaya Madya agar rekening bisa dibuka pada Senin (9/4). Namun, hasilnya nihil.
Plt Direktur Teknik PDPS Zandi Ferryansa ikut dalam pertemuan itu. Hadir pula Badan Pengawas PDPS. Namun, DJP tidak bisa merealisasikan keinginan pemkot. Mereka berpegang teguh pada aturan bahwa para penunggak wajib melunasi utang pajaknya. Tidak peduli itu perusahaan pelat merah. ”Jawaban mereka tetap sama. Secara normatif, keputusan pemblokiran itu sudah final,” ujar Ferry kemarin (15/4).
Pemkot mengharapkan rekening tersebut dibuka. Sebab, di antara total Rp 17 miliar uang di rekening itu, sebesar Rp 14 miliar merupakan dana APBD. Uang tersebut disetorkan ke PDPS sebagai penyertaan modal untuk pembangunan pasar. Akibat pemblokiran itu, para kontraktor yang sudah menuntaskan pekerjaannya selama 2017 belum mendapat bayaran hingga kini.
Gara-gara masalah tersebut, kini PDPS sulit mencari rekanan. Sebab, para kontraktor khawatir tidak mendapat bayaran jika mengerjakan proyek dari PDPS. Bahkan, beberapa kali lelang perbaikan pasar gagal gara-gara reputasi perusahaan yang anjlok.
Banyaknya utang perusahaan tak terlepas dari kasus dugaan korupsi mantan Plt Dirut PDPS Bambang Parikesit. Selain memiliki utang pajak, Bambang menjaminkan perusahaan untuk utang di BRI sebesar Rp 14,3 miliar.
Untuk mengurangi beban utang itu, pemkot mengharapkan adanya pengampunan pajak. Sebab, nilai utang pajak PDPS hanya Rp 7 miliar. Namun, bunganya mencapai Rp 10 miliar. Artinya, total utang pajak tersebut setara dengan saldo rekening. ”Hampir setara. Cuma selisih Rp 2 juta,” jelas mantan kepala satuan pengawas internal PDPS itu.
Ferry menambahkan, PDPS sudah berkali-kali berkomunikasi dengan DJP. Namun, jawabannya selalu sama. Yakni, DJP mempersilakan PDPS dan pemkot untuk mengadu ke DJP pusat. ”Mereka tidak menghalang-halangi kalau kami mau meminta keringanan hingga ke Jakarta. Tapi, itu terserah pemkot,” kata alumnus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang tersebut.
Saat ini PDPS juga krisis direktur. Tidak ada direktur definitif sama sekali. Ferry juga hanya menjadi pelaksana tugas. Namun, dia tidak mempermasalahkan hal itu. Langkah yang dia ambil nanti adalah memaksimalkan pendapatan PDPS.
Ferry meminta kepada kepala pasar agar seluruh perizinan yang berpotensi menghasilkan pendapatan tidak dipersulit. Dia mengakui, selama ini masih banyak pedagang yang mengeluh pengurusan izin bisa sampai berbulan-bulan.
Dia juga berharap, untuk pendapatan lain-lain seperti reklame, izinnya dipercepat. Yang terpenting, pembayaran harus di depan. Tidak boleh ada yang mencicil.