Berupaya Membuat Orang Lain Senang dan Puas
Heru Amrih Edhie, Kolektor Sepeda Motor Vespa
Bagi Heru Amrih Edhie, motor Vespa adalah kreativitas dan inovasi. Tidak sekadar hobi memiliki dan menunggangi, pria 45 tahun itu juga melahirkan sejumlah aksesori.
MAYA APRILIANI
HERU sepertinya sudah cinta mati pada Vespa. Ke mana pun pergi, dia lebih banyak naik tunggangan besi kesukaannya itu. Saat bertemu Jawa Pos pada Jumat (13/4), dia membawa Vespa Sprint silver. Motor keluaran 1967 itu tampak masih mulus. Semuanya. Bodi hingga penutup velg. Mengilap.
Meski sudah berusia 51 tahun, Vespa tersebut nyaris tidak pernah ”rewel”. Begitu bersahabat. ”Yang terpenting itu perawatannya,” kata pria kelahiran Sampang, Madura, tersebut.
Ya, Heru memang rajin merawat Vespa. Dia belajar melalui buku, teman, hingga internet. Kecintaan tersebut berbuah usaha. Dia bersama temannya sepakat membuka toko spare part dan servis Vespa. Termasuk bengkel restorasi dan pembuatan aksesori.
Ada sejumlah aksesori karya Heru. Namun, yang banyak ditanyakan para penggemar adalah dongkrak. Alat tersebut lahir atau diciptakan dari bengkel sederhana, tetapi sangat berguna. Selain itu, dia membuat penutup velg. Harga aksesori buatan Heru tersebut terjangkau.
Untuk memasarkannya, Heru cukup mem-posting di media sosial. Tidak lama, banyak yang merespons. ”Saya ingin pemilik Vespa bisa menikmati kendaraannya tanpa harus keluar banyak duit,” katanya.
Heru paham pasar. Bagi para penghobi, tentu mereka ingin kendaraannya terlihat berbeda. Eye-catching. Tidak terkecuali penggemar Vespa.
Untuk mewujudkan itu, salah satu caranya menambah aksesori. Nah, peluang itulah yang ditangkap suami Emy Sugijanti tersebut. Dia pun berupaya mewujudkan impian itu. ”Pokoknya membuat puas dan senang orang lain. Itulah yang penting,” ujarnya.
Perkenalan Heru dengan si Vespa sangat lama. Bahkan, dia berseloroh sejak dalam kandungan. Kok? Sebab, R. Soedarman, bapaknya, juga seorang penggemar Vespa. ”Karena itu, saat dalam kandungan juga sudah naik Vespa,” ungkapnya, lantas tertawa.
Namun, Vespa bersejarah milik ayahnya itu diberikan kepada seseorang. Tidak diwariskan kepadanya. Alasannya bisa tetap terawat. Sebab, perawatan Vespa produksi 1980-an tersebut cukup berat. Untuk servis saja, harus menuju ke Pamekasan. Jarak dari tempat tinggalnya saat itu sejauh 30 kilometer. Karena itu, Vespa diberikan kepada orang lain.
Heru pun merasa sangat eman. Dia pun sempat membuat sayembara untuk dapat menemukan vespa ayahnya melalui media sosial. Dia ingin mendapatkannya lagi. Bahkan, dia rela menukar dengan Vespa VGL miliknya. Tapi, sampai sekarang belum bisa ditemukan. ”Mungkin kecintaan pada Vespa itu menurun dari ayah. Sekarang ada enam,” katanya.
Selain jenis Sprint, Heru memiliki Vespa VGL (1963), PTS (1981), dan Super (1966). Selain itu, ada Vespa Sprint Matic 2015. Hobi mengoleksi Vespa tersebut sempat diprotes istrinya. Tapi, lama-lama sang istri dapat memahami.
Bagi Heru, kecintaan terhadap Vespa juga memiliki nilai lebih. Yakni, kedekatan dengan para pemilik kendaraan serupa. Para pemilik Vespa sudah seperti saudara. Di jalanan, tak kenal pun saling menyapa. Jika ada kesulitan, pasti saling membantu. Saat touring, tidak perlu bingung persinggahan. Di setiap daerah, hampir selalu ada komunitas Vespa.
Dengan Vespa, Heru sudah menjelajah berbagai kota. Mulai dari Jogjakarta, Bandung, Jakarta, Bromo, hingga Bali. Baik bersama temantemannya maupun anak dan istrinya. Salah satu cita-cita yang ingin diwujudkannya adalah mencapai titik nol kilometer. ”Semoga ada kesempatan,” katanya.