Bank Masih Tertarik ke Infrastruktur
Tekan Risiko lewat Sindikasi
JAKARTA – Kendati pemerintah telah menghaspus 14 proyek strategis nasional (PSN), perbankan tetap optimistis pada aktivitas di sektor konstruksi. Perbankan pun masih terus menyalurkan kredit patungan atau sindikasi untuk membiayai berbagai proyek yang menguntungkan. Misalnya, jalan tol, rel kereta api, pelabuhan, dan bandara.
Senior Vice President Corporate Banking PT Bank Mandiri Tbk Yusak L.S. Silalahi mengungkapkan, Bank Mandiri menyalurkan pinjaman sindikasi senilai Rp 2,5 triliun untuk tol Semarang–Batang. Jumlah tersebut setara 32,34 persen dari total pinjaman sindikasi proyek tersebut yang sejumlah Rp 7,73 triliun.
”Bank Mandiri memiliki komitmen yang kuat dalam pembangunan proyekproyek infrastruktur penting seperti pembangunan jalan tol, bandara, maupun pelabuhan. Kami memiliki produk-produk pembiayaan yang bisa dimanfaatkan, termasuk tahap pembebasan lahan, pembangunan konstruksi, maupun tahap pengoperasian,” ujarnya kemarin (17/4).
Sejauh ini Bank Mandiri memberikan komitmen pembiayaan untuk pembangunan jalan tol senilai Rp 14,2 triliun. Hingga Desember 2017, kredit sindikasi yang telah direalisasikan untuk tol sebesar Rp 7,6 triliun. Kredit sindikasi tersebut direalisasikan bersama bank BUMN, bank swasta, maupun lembaga keuangan nonbank. ”Hal ini merupakan salah satu strategi untuk mengelola risiko dan menjaga kualitas pembiayaan,” lanjut Yusak.
BNI pun turut membiayai proyek pembangunan infrastruktur. Baru-baru ini BNI ikut dalam proyek kredit sindikasi tol Ngawi–Kertosono dengan kontribusi Rp 838 miliar. Jumlah itu setara dengan 24,87 persen dari total pembiayaan sindikasi proyek Rp 3,37 triliun.
Corporate Secretary PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Kiryanto mengatakan, BNI aktif dalam pembiayaan proyek-proyek infrastruktur, namun tetap berhati-hati dari segi risikonya.
Perseroan juga menimbang prospek bisnis dari sebuah proyek infrastruktur. ”Hal tersebut adalah bentuk dukungan BNI terhadap pembangunan infrastruktur di Indonesia, dengan memberikan pembiayaan secara selektif dan mengedepankan aspek komersial proyek yang dibiayai,” ujar Kiryanto.
BNI adalah bank dengan penyaluran kredit sindikasi tertinggi tahun lalu. Dari sekitar Rp 400 triliun total kredit sindikasi yang disalurkan industri perbankan tahun lalu, BNI menyalurkan sindikasi Rp 47,66 triliun.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Statistik Bank Indonesia (BI) Yati Kurniati menuturkan, aktivitas usaha sektor konstruksi tidak begitu tumbuh pesat pada kuartal I lalu. ”Konstruksi untuk properti swasta melambat, tapi konstruksi untuk infrastruktur publik masih tumbuh lebih tinggi,” ucapnya.
Perlambatan aktivitas sektor konstruksi
itu juga dibarengi dengan penggunaan tenaga kerja yang tidak begitu tinggi secara keseluruhan. Namun, pada kuartal II ini, diperkirakan aktivitas usaha sektor konstruksi meningkat.
Hal itu terindikasi dari saldo bersih tertimbang (SBT) survei kegiatan dunia usaha (SKDU) sektor konstruksi yang bakal mencapai 1,02 persen pada kuartal II, atau lebih tinggi daripada kuartal I yang sebesar -0,52 persen.
Penggunaan tenaga kerja pada sektor tersebut juga diperkirakan meningkat dengan SBT senilai 0,41 persen atau lebih tinggi daripada kuartal I yang masih -0,36 persen. ”Konstruksi pada kuartal II dan sepanjang tahun masih akan tumbuh karena banyak proyek infrastruktur dari pemerintah,” lanjutnya.
Direktur Eksektutif Departemen Komunikasi BI Agusman menambahkan, dari survei perbankan yang dilakukan BI, secara total pertumbuhan kredit baru diperkirakan menguat pada kuartal II 2018. Menguatnya pertumbuhan kredit didukung kebijakan penyaluran kredit yang lebih longgar. Terutama aspek suku bunga kredit yang lebih rendah dan biaya persetujuan kredit yang lebih murah.
Penurunan suku bunga kredit diperkirakan terjadi pada kredit modal kerja, yakni 3 basis poin sehingga menjadi 11,78 persen. Sementara itu, suku bunga kredit konsumsi bakal turun 8 basis poin menjadi 14,5 persen.
Hasil survei BI juga mengindikasikan optimisme yang kuat terhadap peningkatan pertumbuhan kredit 2018 yang diekspektasikan sebesar 11,7 persen. ”Optimisme tersebut didukung perkiraan kondisi ekonomi 2018 yang lebih baik daripada tahun sebelumnya, penurunan suku bunga kredit, dan penurunan risiko penyaluran kredit,” tuturnya.