Pukul Rata Perhitungan NJOP
Penyebab PBB Naik Drastis
SURABAYA – Apa yang menjadi penyebab naik drastisnya nilai pajak bumi dan bangunan (PBB) mulai ditelaah satu per satu. Salah satu yang paling disorot adalah perhitungan nilai jual objek pajak (NJOP) yang dipukul rata. Itu disebut kalangan dewan sebagai penyebab utama.
”Bukan karena bangunan lain jadi hotel, terus sebelah-sebelahnya ikut naik. Itu ngusir halus namanya,” ujar anggota Komisi B DPRD Surabaya Achmad Zakaria. Jika perhitungan dipukul rata, Zakaria khawatir banyak warga yang terpaksa menjual rumah gara-gara tak kuat membayar PBB.
Politikus PKS itu menyebut dirinya bukan anti pembangunan dan pengembangan. Namun, dia berharap pemkot mendetailkan lagi penentuan NJOP. Dengan begitu, asas keadilan dalam pembayaran pajak bakal terwujud.
Dia bahkan meminta pemkot meniru Pemprov DKI Jakarta yang menggratiskan PBB warga dengan NJOP di bawah Rp 1 miliar. Menurut dia, pemkot bisa menggali pendapatan pajak dari sektor lain.
Dia juga mempermasalahkan Perda Nomor 10 Tahun 2010 tentang PBB Perkotaan
Di dalamnya, terdapat aturan mengenai evaluasi NJOP setiap tiga tahun. Namun, faktanya, pemkot mengeluarkan Perwali tentang Evaluasi NJOP setiap awal tahun yang berimbas ke seluruh kawasan.
Khusus permukiman, Zakaria meminta pemkot mengevaluasi cukup tiga tahun sekali. Evaluasi setiap tahun bisa diterapkan pada objek khusus. Yang masuk kategori itu adalah objek yang mengalami perubahan nilai ekonomi karena jalan baru, perubahan bangunan, penambahan lantai, atau renovasi.
Ketua Forum Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Jatim Wahyudi Utomo pernah ikut menaksir NJOP kawasan. Saat itu dia bekerja dalam naungan perusahaan. Satu kelurahan biasanya dibagi menjadi belasan zona. Banyaknya zona ditentukan jaringan jalan dan besarnya kawasan. Selain itu, semakin padat suatu kawasan, zonanya semakin banyak. ”Appraisal NJOP itu sifatnya kolosal atau masal,” jelas Wahyudi kemarin.
Penghitungan NJOP dilakukan per zona. Tim bakal menghitung harga rata-rata setiap persil. Dia mencontohkan kawasan Kertajaya. Harga jual salah satu persil mencapai Rp 20 juta per meter persegi. Tak jauh dari persil tersebut, harganya Rp 10 juta per meter persegi. Di daerah lain, ada yang belasan juta rupiah per meter persegi. Nah, seluruh persil yang didata itu bakal dirata-rata. Jika ketemu nilai Rp 15 juta per meter persegi, tim appraisal menyerahkan angka tersebut kepada pemkot.
Wahyudi menambahkan, harga yang diserahkan tidak langsung ditetapkan oleh pemkot sebagai NJOP.Biasanya,pemkotmenetapkan NJOP di bawah angka yang disodorkan tim appraisal. ”Semisal kami serahkan angkanya Rp 20 juta, pemkot menetapkan Rp 10 juta. Ada diskon,” lanjutnya.
Terpisah, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) Surabaya Yusron Sumartono menyebutkan bahwa mereka harus melakukan pengkajian lebih dulu. ”Kalau mau mengubah, perlu ada kajian akademis,” jelas Yusron kemarin.
Namun, menurut dia, sebenarnya kenaikan itu sudah difasilitasi Perda Nomor 10 Tahun 2010. Kajian akademis yang dulu sudah disetujui dewan. Dengan begitu, jika ingin fair, tidak bisa sertamerta aturan tersebut direvisi.
Yusron menegaskan, banyak faktor yang memengaruhi kenaikan PBB. Terutama perkembangan kota yang menurut dia sangat signifikan. Pertumbuhan itu meningkatkan investasi dan otomatis membuat PBB wilayah tersebut menjadi berkembang. Kenaikannya berlaku sesuai wilayah. Bergantung fasilitas yang didapatkan pemilik bangunan.
Kenaikan dua kali lipat, lanjut dia, wajar. Sebab, perda juga mengatur perbedaan persentase tarif PBB. Jika NJOP kurang dari Rp 1 miliar, akan dikenakan PBB 0,1 persen. Bila NJOP lebih dari Rp 1 miliar, akan dikenakan PBB 0,2 persen. ”Selama ini mungkin tidakdirasakankarenakenaikannya mungkin hanya dari Rp 850 juta ke Rp 900 juta,” jelasnya. Untuk wilayah yang berkembang pesat, NJOP rata-rata naik hingga 15 persen. Kenaikan itulah yang memengaruhi melonjaknya tarif PBB hingga dua kali lipat.
Di dalam NJOP, ada level atau kelas. Itulah yang membuat besaran nilai jual berbeda. Hal itu sudah diatur dalam Peraturan Wali Kota Surabaya No 73 Tahun 2010 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan PBB. ”Level itu mulai dari tanah per meter Rp 100 ribu sampai Rp 2 juta, itu sudah disiapkan semua,” jelas Yusron.
Dia meminta masyarakat tidak perlu resah dengan kenaikan PBB. Pemkot bisa memberikan keringanan apabila warga keberatan. Salah satu syaratnya adalah surat keterangan tidak mampu (SKTM). Nanti tim dari BPKPD akan melakukan survei untuk memastikan pemilik benar-benar tidak mampu.