Sebulan Main Bola, Tiba-Tiba Jadi Warga Kutai
Nico Ramadhan yang Inginkan Lagi Statusnya di KK
Cita-citanya ingin menjadi pemain sepak bola ternama dan membawa nama Surabaya. Dia pun bergabung dengan tim dari berbagai daerah. Namun, mimpinya itu dibayar dengan risiko kehilangan status kependudukan Surabaya.
NICO Ramadhan Abdillah namanya. Remaja 17 tahun itu jago main bola. Posisinya biasanya sebagai sayap kanan dan striker. Datangi saja rumahnya untuk membuktikan. Di ruang tamu 3 x 4 meter itu, terpampang berbagai pajangan foto dan sederet penghargaan yang didapat siswa kelas XI SMA dr Soetomo Surabaya tersebut.
Nico juga berpengalaman menjajal rumput negeri tetangga. Yakni, Malaysia dan Singapura pada 2016. Prestasi terbarunya, bersama tim Indonesia Muda Surabaya, dia berhasil menjadi juara satu Liga Klub Se-Indonesia 2017.
Tidak ada darah pemain bola dalam keluarganya. Bapak dan ibunya merupakan penjual sandal. Mereka berkeliling dari satu pasar ke pasar lain untuk menggelar lapak kaki lima. Adapun kakaknya adalah lulusan pengobatan tradisional Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan kini bekerja di sebuah klinik.
Pada 27 Februari lalu Nico terbang ke Kutai Barat, Kalimantan Timur. Dia diundang untuk bermain bola. Karena event di Surabaya jarang, dia memenuhi ajakan teman lamanya itu. ”Saya izin cuti sekolah satu bulan,” katanya saat ditemui di rumahnya di Jalan Pacar Kembang kemarin (17/4).
Bersama tiga orang lainnya, dia berangkat ke Kutai. Nico membawa akta kelahiran dan selembar fotokopi KK sesuai permintaan ofisial tim
Nico tidak tahu bahwa dirinya ternyata harus membela tim Kabupaten Kutai Barat menjelang Pra-Porseni provinsi. ”Waktu itu cuma dibilang ada liga dan butuh pemain, tidak”tahu kalau main untuk daerah, ucapnya.
Hingga waktunya pulang, panitia menyerahkan selembar fotokopi KK kepadanya. Di sana tertulis empat nama. Isinya laki-laki semua. Seseorang kelahiran 1982 tertulis sebagai kepala keluarga. Adapun tiga lainnya adalah Nico dan dua temannya.
Nico tidak sempat komplain karena diburu waktu untuk segera kembali ke Surabaya. Sesampai di rumah, semua berjalan seperti biasa.
Hingga seminggu lalu sang ayah, Ponimin, ingin mencetak KTP Nico. Namun, dia ditolak petugas Kecamatan Tambaksari. ”Anak saya sudah perekaman data, tinggal cetak saja,” katanya.
KTP Nico tidak bisa dicetak. Alasannya, status Nico sudah pindah menjadi warga Kutai Barat. Ponimin kaget. ”Lha anak saya tidak pernah ngurus kepindahan kok tiba-tiba jadi warga Kalimantan?” ucapnya heran.
Tidak puas, dia pergi ke mal perizinan Surabaya di Siola. Di sana dia mendapat jawaban yang sama. Untuk mencetak KTP, Nico harus mencabut dulu statusnya sebagai warga Kutai Barat. ”Kaget saya, kalau ngurus ke sana dapat uang dari mana? Di sana juga tidak kenal siapasiapa,” katanya.
Ponimin berusaha menghubungi pihak Kutai Barat yang mengajak anaknya bermain bola. Namun, hasilnya nihil. Tidak ada respons sama sekali. Hingga akhirnya dia disarankan untuk menulis aduan ke Jawa Pos. ”Dibantu teman untuk lapor ke Jawa Pos,” ucapnya.
Ponimin menyayangkan pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kutai Barat. Sebab, mereka dengan mudah memindahkan status kependudukan orang lain. Tanpa pemberitahuan dan prosedur yang jelas. ”Setahu saya, kalau pindah, ada izin dan prosedur dari RT hingga kecamatan. Lha ini tiba-tiba pindah ke KK baru,” tuturnya.
Kini Ponimin hanya bisa pasrah menunggu informasi dari Pemkot Surabaya. Harapannya, pemkot bisa membantu masalah yang menimpa Nico dan tiga temannya yang ternyata mengalami nasib serupa. ”Apalagi sebentar lagi sudah naik kelas XII. Saya takut ujiannya terganggu gara-gara administrasinya,” paparnya.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya Soeharto Wardoyo mengatakan, sesuai prosedur, seseorang harus memiliki surat pengantar mulai RT, RW, kelurahan, hingga kecamatan untuk bisa mengubah status menjadi warga daerah lain. Sementara itu, untuk prosedur pindah datang, syaratnya lebih banyak lagi. Di antaranya, surat keterangan pindah antarwilayah dari dispendukcapil dan serentetan dokumen. Termasuk jaminan tempat tinggal dan pekerjaan.
Terkait masalah Nico, dispendukcapil belum bisa berbuat banyak. Pihaknya butuh waktu untuk menelusuri masalah itu lebih dalam. ”Sementara akan kami pelajari dulu masalahnya bagaimana,” ujar Anang, sapaan akrabnya.