Belajar Otodidak, Awalnya Anggota Lima Orang Saja
Blitbox, Komunitas Musik Bermodal Irama Mulut
Seni olah suara menirukan instrumen alat musik ketukan snare drum hingga bas itu sedang digandrungi. Aktivitas tersebut dikenal dengan sebutan beatbox. Di Blitar ada komunitasnya.
M. SUBCHAN ABDULLAH, Blitar
DENGAN merdunya tiga pemuda itu memainkan instrumen musik beraliran hiphop lewat suara. Mulut dan tenggorokannya terlihat bergerak cepat memastikan tempo musik. Instrumen yang dimainkan tersebut bukanlah musik dari negeri Barat. Melainkan instrumen musik tradisional asli Indonesia, yakni Gundul-Gundul Pacul.
Mereka mengemasnya dengan instrumen beraliran hiphop. Entakan dari mulut mereka begitu berirama.
”Bumm cak, bumm cakk,” bunyi instrumen alat musik itu dari mulut mereka.
Hasilnya keren. Kepala hingga seluruh tubuh bergerak mengikuti beat dan tempo yang mengentak. Gema, Khusnul, dan Attabik sukses menyelesaikan tantangan koran ini. Mereka memainkan
beatbox dengan mantap. ”Ini masih teknik dasar,” kata Khusnul kepada koran ini saat ditemui Kamis lalu (19/4).
Pemuda bernama lengkap Khusnul Ardiansah tersebut merupakan salah seorang penghobi beatbox. Keahliannya mengolah instrumen alat musik ke dalam suaranya diasah secara otodidak. ”Saya belajar awalnya lewat YouTube (cuplikan video di situs YouTube, Red),” ucap dia.
Mempelajari sejumlah teknik beatbox itu tidak lama. Cukup waktu satu minggu untuk bisa mempelajari teknik dasarnya. Tetapi, untuk teknik dengan tingkat kesulitan cukup tinggi, biasanya dibutuhkan waktu berbulan-bulan. ”Pastinya di mana pun latihan. Pas naik motor, di kamar mandi, atau di rumah,” ungkapnya.
Sama halnya dengan Gema Gangga. Dialah founder komunitas Blitbox. Dia awalnya menggandrungi beatbox dari melihat cuplikan video di YouTube. Pada dasarnya, Gema juga sangat menyukai musik jenis hiphop dan RnB. ”Saat itu saya diajak teman melihat pertunjukan hiphop. Di sana juga ada beatbox-nya,”
ujar pria 23 tahun tersebut.
Gema pun akhirnya tertarik melihat penampilan para beatboxer (sebutan untuk pemain beatbox). Saat itu pun dia mulai mendalami sejumlah teknik beatbox lewat sebuah tayangan video. Beberapa teknik berhasil didalami.
Gema lantas memberanikan diri mengikuti sejumlah ajang beatbox
yang diadakan di sejumlah daerah. ”Saya coba-coba. Ingin mengekspresikan diri,” ucap pemuda yang juga berjualan mi ayam di kawasan Jalan Cemara tersebut.
Saat itu pun Gema berkeinginan memopulerkan beatbox di Blitar. ”Saya coba sharing lewat Facebook. Saya ajak sesama teman beatbox. Saya kumpulkan mereka,” ujarnya.
Karena masih awal, yang terkumpul saat itu hanya lima orang. Tepat pada April 2012 dibentuklah komunitas Blitbox. Dengan bantuan media sosial (medsos), jumlah anggota semakin bertambah. Saat ini jumlah anggotanya sudah mencapai 20 orang.
Rata-rata anggota komunitas yang rutin kopi darat (kopdar) di ampiteater Perpustakaan Prokalamator Bung Karno di kawasan Makam Bung Karno itu masih berusia pelajar. Mereka berkumpul setiap Minggu sore, sekitar pukul 15.00. ”Biasanya kami latihan dan sharing soal beatbox,” ujar warga Kelurahan/ Kecamatan Kepanjenkidul tersebut.
Seiring berjalannya waktu, anggota semakin bertambah. Sejumlah event yang digelar, mulai tingkat regional hingga nasional, mereka ikuti. Tujuannya ialah mengembangkan skill.