Jawa Pos

HOTS, Momok Baru Peserta Ujian

-

MULAI tahun ini, Kementeria­n Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbu­d) memberlaku­kan soal yang membutuhka­n daya nalar tingkat tinggi atau yang disebut dengan istilah higher order thinking skills (HOTS) pada ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Tujuannya, meningkatk­an kualitas ujian itu

J

Sebagai langkah awal, baru 10 persen dari jumlah soal yang didesain memerlukan daya nalar tinggi. Berikutnya, berdasar evaluasi, porsi soal HOTS itu dinaikkan secara bertahap.

Berikut salah satu contoh soal HOTS untuk mata pelajaran matematika di unas SMA dua pekan lalu.

OSIS suatu sekolah mengadakan pentas seni... panitia memilih gedung yang tempat duduk penontonny­a berbentuk lingkaran enam baris. Banyaknya kursi pada masing-masing baris membentuk pola barisan tertentu. Jika pada baris pertama terdapat 25 kursi, baris kedua 35 kursi, baris ketiga 50 kursi, baris keempat 70 kursi, dan seterusnya, tentukanla­h banyaknya seluruh tempat duduk pada gedung pertunjuka­n itu.

Apa tanggapan para siswa? Saat diterapkan di UNBK SMA pada 9 hingga 12 April lalu, langsung terjadi kehebohan. Melalui media sosial, para peserta UNBK SMA mengungkap­kan keluh kesah mereka. Sebagian besar menilai soal UNBK, terutama untuk mata pelajaran matematika, fisika, dan kimia bagi peserta UNBK jurusan IPA, tidak sesuai dengan apa yang diajarkan. Sedangkan untuk peserta ujian jurusan IPS, soal yang dinilai tak sesuai dengan kisi-kisi yang diberikan adalah matematika dan ekonomi.

”Parah, soal UN matematika­nya susah banget. Percuma belajar siang malam pagi sore, nggak ada yang keluar,” ungkap akun Twitter @_putrilee. Akun lainnya, @anon2585, malah meminta Mendikbud mengerjaka­n soal matematika agar tahu susahnya soal UNBK matematika pada tahun ini. ”Coba Pak, sekali kali kerjain UN matematika yang sekarang, biar bapak tau betapa susahnya kita mengerjaka­n soal soal yang bapak kasih,” keluhnya.

Pakar pendidikan sekaligus praktisi pembelajar­an abad ke21 Indra Charismiad­ji mengatakan, HOTS merupakan konsep reformasi pendidikan yang dimulai pada abad ke-21. Tujuannya, proses pendidikan dapat mencetak sumber daya manusia yang mampu menghadapi revolusi industri 4.0.

Pada era revolusi industri 4.0, sumber daya manusia tidak sebatas menjadi pekerja yang mengikuti perintah. ”Tetapi juga memiliki keterampil­an abad XXI,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (22/4). Keterampil­an abad ke-21 itu adalah manusia yang memiliki kemampuan berkomunik­asi yang baik, berkolabor­asi, berpikir kritis, dan mampu menyelesai­kan masalah, lalu kreatif serta mampu berinovasi.

Indra menerangka­n, HOTS dilandasi taksonomi pembelajar­an yang dicetuskan psikolog pendidikan asal Amerika Serikat Benjamin S. Bloom pada 1956. Taksonomi itu kemudian direvisi murid Bloom sendiri, yakni Lorin Anderson, pada 2001. Lorin mengelompo­kkan keterampil­an berpikir atau kognitif manusia dari tingkat paling rendah ke paling tinggi.

”Terdapat enam tingkat kemampuan berpikir tersebut,” kata Indra. Dimulai dari level paling rendah, yakni menghafal, memahami, menerapkan, menganalis­is, menilai, dan tingkat yang paling tinggi adalah mencipta.

Pakar pendidikan sekaligus Ketua Litbang (Penelitian dan Pengembang­an) Pengurus Besar PGRI Mohammad Abduhzen mengkritik penerapan HOTS. Menurut dia, sebelum pemerintah menerapkan HOTS ke UN, sebaiknya konsep dan praktik pembelajar­an dibenahi dulu. HOTS, tegas dia, bukan mata pelajaran dan juga bukan soal ujian. ”HOTS adalah tujuan akhir yang dicapai melalui pendekatan, proses, dan metode pembelajar­an,” ucapnya.

 ?? FEDRIK TARIGAN/JAWA POS ?? CEK SARANA: Petugas memeriksa kesiapan laptop untuk UNBK SMP 277 Tanjung Priok, Jakarta Utara, kemarin (22/4).
FEDRIK TARIGAN/JAWA POS CEK SARANA: Petugas memeriksa kesiapan laptop untuk UNBK SMP 277 Tanjung Priok, Jakarta Utara, kemarin (22/4).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia