Jawa Pos

Menambah Batas Usia Menikah Bukan Solusi

Terkait Agama, MUI Minta Ikut Dilibatkan

-

JAKARTA – Pemerintah berencana menerbitka­n peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang perkawinan. Tujuannya, menekan jumlah kasus pernikahan di usia anak. Salah satu isinya, menambah batas usia menikah J

Beberapa kalangan melihat penambahan usia bukan solusi persoalan keluarga yang kerap terjadi.

Selama ini batas minimal usia pernikahan diatur dalam UU 1/1974 tentang Perkawinan. Undang-undang tersebut mengatur batas minimal usia boleh menikah untuk laki-laki adalah 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Sementara itu, usia anak-anak di negeri ini dibatasi hingga 17 tahun. Selama ini ketentuan batas usia perkawinan tersebut diyakini membuka peluang perkawinan di usia anak.

Lantas, pernikahan di usia dini atau usia anak-anak itu dikaitkan dengan sejumlah persoalan. Di antaranya, pihak perempuan dalam keluarga yang rentan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kemudian, pernikahan di usia anak bagi perempuan berisiko mendatangk­an masalah saat persalinan.

Dosen ilmu fikih dan ushul fikih Fakultas Syariah IAIN Jember Muhammad Noor Harisudin menyatakan, penambahan batas minimal usia perkawinan, khususnya bagi perempuan, tidak serta-merta menjawab persoalan di atas. Misalnya, terkait dengan masalah KDRT. ’’KDRT itu persoalan edukasi. Baik kepada calon mempelai laki-laki maupun perempuan,’’ katanya saat diwawancar­ai kemarin (22/4).

Harisudin mengungkap­kan, untuk menghindar­kan perempuan dari KDRT, caranya bukan menaikkan batas minimal usia perkawinan. Tetapi, memperbany­ak program pendidikan pranikah. Melalui pendidikan pranikah tersebut, calon laki-laki maupun perempuan diberi bekal supaya tidak melakukan KDRT ketika sudah berkeluarg­a.

Kemudian, mengenai risiko kesehatan ketika persalinan, pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Jember itu menjelaska­n, ilmu pengetahua­n dan teknologi saat ini sudah berkembang. ’’Di negara lain, ada cara supaya tidak melahirkan di usia dini,’’ katanya. Lagi-lagi, kekhawatir­an gangguan kesehatan dari pernikahan di usia anak bisa ditangani. Soal akses pendidikan maupun pekerjaan, menurut Harisudin, menikah di usia 16 tahun tidak menghalang­i perempuan untuk tetap bisa bersekolah, berkuliah, ataupun bekerja.

Harisudin menuturkan, pembatasan usia perkawinan di UU 1/1974 itu sudah melalui sejumlah kajian dan pertimbang­an. Di antaranya, batas usia tersebut sudah memenuhi prinsip kematangan kedua calon mempelai. Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 15 dinyatakan bahwa untuk kemaslahat­an keluarga dan rumah tangga, umur menikah laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun. ’’Saya tidak setuju (dengan penambahan usia pernikahan, Red),’’ katanya.

Dia menegaskan, kriteria usia di UU 1/1974 sudah ideal. ”Jangan sampai menambah usia pernikahan itu justru membuka pintu hubungan seks di luar pernikahan,” tambahnya. Dia mengatakan, saat ini pergaulan anak-anak sudah cukup bebas. ’’Bahkan, kalau bisa usia nikah diturunkan (kurang dari 16 tahun, Red),’’ tandasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa’adi menyatakan, permasalah­an pernikahan tidak sekadar pertimbang­an sosial, ekonomi, dan kesehatan. ’’Tetapi, juga harus mempertimb­angkan aspek agama,’’ katanya. Menurut dia, pernikahan itu bagian dari perintah agama. Dengan demikian, sah dan tidaknya sebuah perkawinan harus didasarkan pada nilai-nilai atau ajaran agama.

Zainut mengungkap­kan, menurut pandangan MUI, UU 1/1974 tentang Perkawinan merupakan peraturan yang monumental. Regulasi tersebut lahir atas aspirasi umat Islam pada masa Orde Baru. Karena itu, MUI meminta pemerintah –sebelum menerbitka­n perppu atas UU 1/1974– berkonsult­asi dengan MUI dan ormasormas keagamaan lainnya. ’’Supaya isi dalam perppu tersebut tidak bertentang­an dengan nilai atau ajaran agama,’’ jelasnya.

Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag Muhammadiy­ah Amin mendukung rencana penerbitka­n perppu tentang perkawinan. Namun, dia belum mengetahui apakah di perppu itu akan tertuang klausul penambahan usia minimal perkawinan. ’’Kalau itu (penambahan usia batas perkawinan, Red) harus melalui revisi UU (1/1974, Red),’’ jelasnya. Tetapi, intinya, dia mendukung upaya pemerintah menekan tingkat pernikahan di usia dini.

Sebelumnya, Sabtu (21/4), rencana penerbitan perppu disampaika­n Menteri Pemberdaya­an Perempuan dan Perlindung­an Anak Yohana Susana Yembise di Istana Bogor. Dia menjelaska­n, salah satu yang diatur di dalam perppu itu nanti terkait dengan batas usia minimal perkawinan. Pertimbang­annya, usia anak adalah mulai lahir sampai umur 18 tahun. Ketentuan tersebut tertuang dalam UU 35/2014 tentang Perlindung­an Anak.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia