Proyeksi Cerah Industri Alas Kaki
JAKARTA – Pasar untuk industri alas kaki tahun ini masih potensial. Bukan hanya dari dalam negeri, tapi juga mancanegara.
Konsumsi alas kaki semakin meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan tingkat daya beli. ”Dengan potensi jumlah penduduk yang besar, captive local market sudah jelas menjadi peluang yang harus dikuasai tuan rumah sendiri,” ujar Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian PerindustrianGatiWibawaningsih kemarin (22/4).
Berdasar data Kemenperin, dalam periode lima tahun (2012–2016), terjadi peningkatan signifikan konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap alas kaki. Dari semula hanya 1,8 pasang menjadi 3,3 pasang per tahun. ”Artinya, rata-rata kebutuhan sepatu orang Indonesia lebih dari tiga pasang per tahun,” jelas Gati.
Kinerja industri alas kaki sepanjang tahun lalu terbilang positif. Kontribusi PDB industri tersebut sebesar Rp 26,5 triliun dengan pertumbuhan mencapai 2,4 persen. Nilai ekspornya juga tumbuh USD 4,9 miliar pada 2017. ”Sektor kerajinan sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi market leader dalam ekspor,” kata Gati.
Sebaran IKM alas kaki di Indonesia mencapai 32.562 unit usaha. Serapan tenaga kerjanya sebanyak 113.907 orang. Indonesia menempati peringkat ke-4 sebagai produsen alas kaki terbesar di dunia dengan total produksi mencapai 1,110 miliar pasang.
Peringkat di atasnya adalah Tiongkok, India, dan Vietnam. ”Ini pun menunjukkan bahwa ada perbaikan pasar yang membuat para pelaku bisnis kita dapat lebih optimistis dan semangat pada 2018,” katanya.
Kelompok industri kulit, barang jadi kulit, dan alas kaki nasional menjadi sektor industri andalan karena memiliki pertumbuhan di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor tersebut mampu tumbuh 8,51 persen pada 2016. ”Jika dari kontribusinya, sektor ini telah menyumbang PDB nasional 1,56 persen pada 2016 dari sektor nonmigas,” ungkap Gati.
Industri alas kaki menjadi salah satu di antara 15 industri berorientasi ekspor yang kinerjanya akan didorong tahun ini. Sasarannya masih negara-negara nontradisional seperti kawasan Amerika Tengah dan Selatan, Karibia, serta Eropa Tengah dan Timur berikut organisasi regionalnya. Juga Afrika, Timur Tengah, dan negara-negara di sekitar Samudera Hindia yang memiliki potensi pasar besar untuk digarap.
Lobi dan negosiasi dilakukan dalam rangka peningkatan kerja sama bilateral dan multilateral dengan mengurangi tarif dan nontarif barrier. Dengan begitu, diharapkan membuka kemudahan penetrasi pasar. ”Upaya yang juga ditingkatkan adalah fasilitasi promosi produk dan business matching di negara tujuan ekspor baru,” ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Ngakan Timur Antara.
Ngakan menambahkan, terdapat fasilitas pembiayaan ekspor yang perlu dioptimalkan untuk meningkatkan persaingan dari sisi harga di negara tujuan ekspor.