Diberi Nama Supernova agar Istri Tidak Marah
Dharma Putro Prakoso, Ajudan Wakil Bupati Sidoarjo, Hobi Utak-atik Motor
Kegemaran tersebut tidak bisa dijalani Dharma Putro Prakoso dengan leluasa. Ajudan wakil bupati itu diharuskan menjaga tindak tanduknya. Bahkan, urusan modifikasi motor saja harus ”sopan”. Restu dari istri pun harus dikantongi.
ARISKI PRASETYO HADI
PUKUL 06.40 pagi, sepeda motor bernopol W 5812 CS melesat di Jalan Sultan Agung. Pengendaranya memacu kencang kendaraan hitam tersebut agar tak terlambat tiba di rumah dinas Wakil Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin. Dharma Putro Prakoso, si pengendara, adalah ajudan Cak Nur, sapaan akrab Nur Ahmad Syaifuddin.
Sejak duduk di bangku SMA, Dharma suka melihat aktivitas utak-atik kendaraan. Setiap pulang sekolah, dia menyempatkan ke bengkel temannya. ”Cuma ingin lihat orang bongkar mesin,” ucapnya. Tak ingin hanya jadi penonton, pria kelahiran 5 Juni 1990 itu mencoba praktik modifikasi. Kendaraan miliknya, Honda GL Pro, jadi korban. Jok yang awalnya tebal diganti lebih tipis. Velg jeruji dari besi dicopot dan diganti velg racing. Agar kesan lebih garang, velg dicat hitam pekat. ”Waktu itu, saya rasa sudah keren,” jelasnya.
Hobi tersebut berakhir ketika dia menjalani pendidikan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Namun, keinginan memodifikasi kendaraan tumbuh lagi. Tepatnya pada awal 2016. Suami Nova Asrina itu melihat kendaraan adik iparnya, yakni Honda Mega Pro 2004, dirombak total. Mulai tangki bensin, setang, jok, lampu, hingga velg. Hanya mesin yang masih bawaan pabrik. Kendaraan diubah hingga mirip motor balap klasik. Dia pun menjajal mengendarainya. ”Meski modifikasi, tetap nyaman,” tuturnya.
Dharma kepincut. Keinginan untuk mengutak-atik motor meningkat. Kebetulan, dia memiliki motor Honda Mega Pro 2004 yang sudah lama tidak dipakai. Dulu, motor tersebut digunakan bapaknya. ”Sempat bingung mau model gimana. Jangan sampai citra atasan tercoreng,” ucap pria 28 tahun itu.
Dharma pun sempat melihat sejumlah custom motor. Pertama, Jap’s style. Aliran dari Jepang itu identik dengan jok tipis serta menggunakan tangki kecil. Velgnya besar. Tampak seperti moge. ”Tapi, tidak nyaman,” jelasnya.
Beralih ke aliran scrambler. Motor dibentuk semi-off-road. Layaknya kendaraan trail. Dharma tidak cocok. Sebab, dia jarang melintas di jalanan tak beraspal. Selanjutnya, bobber dan chopper. Dharma melihat bobber terlalu garang. ”Untuk chopper, saya tidak sreg,” terang ayah Fathan Alman Abqory itu.
Setelah menimbnag-nimbang, pilihannya jatuh pada cafe racer. Modifikasi jenis itu paling cocok. Bentuk kendaraan diubah menjadi sepeda motor balap lawas. Namun, motor tetap nyaman dikendarai. ”Yang penting, bentuknya tetap sopan,” jelasnya. di Tanjung Puri. Masyarakat masih tetap bisa menikmati spot lain di taman yang terletak di Bluru Kidul, Sidoarjo, Jalan Lingkar Timur, itu.
Pertimbangan kedua adalah izin sang istri. Merombak kendaraan memang membutuhkan dana yang tidak sedikit. Nah, untuk itu, dia harus mendapatkan restu istri terlebih dahulu. ”Caranya, saya janji kalau motor jadi, namanya saya tempel di tangki motor,” paparnya.
Setelah mendapatkan persetujuan, kendaraan Honda Mega Pro dimasukkan bengkel. Setang, velg, dan knalpot dirombak. Modifikasi itu berjalan selama empat bulan. Setiap pulang kerja, dia menuju ke bengkel. Ikut meracik kendaraannya. Hasilnya keren. Motor yang tadinya lama tidak dipakai kini menjadi sebuah motor klasik yang asyik. Tangkinya bertulisan Supernova.
Dharma mengaku puas dengan modifikasi tersebut. Tidak sedikit orang yang ingin membeli kendaraannya. Namun, pria yang memiliki hobi olahraga itu tidak mau menjual. ”Susah-susah modif masak dijual,” jelasnya.