BI Intervensi di Pasar Valas dan Surat Utang
Redam Pelemahan Nilai Tukar Rupiah
JAKARTA – Untuk meredam pelemahan rupiah, Bank Indonesia (BI) bakal aktif melakukan intervensi pasar
J
Bank sentral bakal menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamennya.
”BI melakukan intervensi di pasar valas maupun pasar SBN (surat berharga negara) dalam jumlah besar,” kata Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo kemarin (24/4).
Merujuk pada Bloomberg, Senin (23/4) kurs rupiah di pasar spot bertengger di level 13.975 per dolar AS (USD). Kemarin rupiah menguat 0,62 persen ke 13.889. Sementara itu, berdasar kurs tengah BI, rupiah berada di posisi 13.900 per USD. Rupiah telah melemah 2,64 persen sejak Januari 2018. Sejak dua tahun terakhir, rupiah terkoreksi 5,5 persen. Dua tahun lalu rupiah masih dihargai 13.169 per USD.
Menurut Agus, dengan masuknya BI ke pasar, pelemahan yang lebih dalam bisa ditahan. BI tetap mewaspadai risiko berlanjutnya tren pelemahan nilai tukar rupiah, baik yang dipicu gejolak global maupun yang bersumber dari kenaikan permintaan valas oleh korporasi domestik.
Beberapa faktor eksternal yang membuat rupiah melemah, antara lain, dampak kenaikan suku bunga AS, perang dagang AS dengan Tiongkok, kenaikan harga minyak, serta eskalasi tensi geopolitik terhadap berlanjutnya arus keluar dana asing dari pasar SBN dan saham.
Dari sisi internal, rupiah anjlok karena kebutuhan pembayaran impor, dividen, dan utang luar negeri yang tinggi. Tiga hal tersebut memang cenderung meningkat pada kuartal II.
”Untuk itu, BI akan tetap berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah sesuai fundamentalnya,” lanjut Agus yang bulan depan pensiun.
Intervensi pasar menjadi salah satu penyebab berkurangnya cadangan devisa. Setelah Januari 2018 cadangan devisa pecah rekor di angka USD 131,98 miliar, pada Maret lalu menyusut menjadi USD 126 miliar.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan, cadangan devisa hanya bisa ditambah dengan meningkatkan ekspor. Pemerintah sudah berusaha mengundang negara-negara Afrika ke Indonesia melalui forum di Bali pada awal April lalu. Tujuannya, memperluas perdagangan Indonesia ke Afrika. Begitu pula kerja sama perdagangan dengan Eropa dan Australia.
”Kami mempercepat semua perundingan perdagangan bebas dengan Australia. Kami mempercepat membuka pasar lebih bagus dengan cara (melalui) hubungan bilateral ataupun multilateral dengan negara-negara lain,” ujar JK di kantor Wakil Presiden kemarin.
Ekonom Indef Bhima Yudistira mengungkapkan, BI rata-rata mengeluarkan cadangan devisa USD 3 miliar untuk stabilisasi nilai tukar. Cadangan devisa tidak bisa lagi menjadi satu-satunya alat bagi BI untuk menguatkan rupiah. Sebab, cadangan devisa Indonesia termasuk rendah jika dibandingkan dengan negaranegara berkembang.
”Jika ingin mengembalikan kepercayaan investor, BI perlu menaikkan suku bunga acuan (BI 7 days reverse repo rate/BI7DRRR) 25–50 basis poin. Dengan begitu, dana asing masuk lagi karena suku bunga surat utangnya naik,” papar Bhima. Dia melihat, risiko keluarnya dana asing dari pasar surat utang dan saham akan semakin besar jika BI tidak menaikkan suku bunga.
Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Kartika Wirjoatmodjo menilai, akan lebih baik jika BI mengikuti arah kebijakan suku bunga Bank Sentral AS. Pria yang kerap disapa Tiko itu menuturkan, The Fed tahun ini diekspektasikan bersikap hawkish dengan menaikkan suku bunga acuan 3–4 kali. Sementara itu, ruang pelonggaran moneter dari suku bunga di Indonesia sudah hampir tidak ada.