Denuklirisasi Tetap Sulit Terealisasi
Memandang Dampak Kesepakatan Korut-Korsel
SEOUL – Saat sejarah dipahat, semua pilihan harus tepat. Salah sedikit, rusak semua upaya. Pemimpin tertinggi Korea Utara (Korut) Kim Jong-un dan Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in tahu betul akan hal tersebut. Mereka sadar, pertemuan yang mereka lakukan di Peace House, Desa Panmunjom, itu menjadi sorotan dunia.
Para pengamat menilai bahwa semua yang terjadi kemarin (27/4) sudah dipersiapkan dengan detail. Sebab, Jong-un dan Moon tahu bahwa fotofoto dan video pertemuan mereka akan disiarkan ke seluruh dunia. Jabat tangan, senyuman, dan berbagai tindak tanduk diatur untuk menampilkan gambaran positif dari masing-masing.
Sejak awal, kedua pihak sama-sama paham akan hal itu. Ajakan Jong-un agar Moon melangkah ke sisi Korut menunjukkan bahwa mereka samasama tahu pentingnya propaganda di panggung politik.
Baju yang dipakai Jong-un dan Moon juga memiliki pesan tersendiri. Moon mengenakan dasi yang warnanya sama dengan bendera unifikasi. Selama ini Korsel memang menginginkan dua Korea bersatu.
Jong-un mengenakan setelan hitam bergaya Mao Zedong. Baju tersebut seakan memberikan pesan kepada penduduk Korut bahwa meski berada di wilayah musuh, Jong-un masih memegang teguh impian pendiri Korut Kim Il-sung.
Kakek Jong-un itulah yang memerintahkan invasi dan memicu perang Korea pada 1950. Jong-un juga membawa adiknya, Kim Yo-jong. Delegasi
perempuan satu-satunya dari Korut itu selama ini sukses membawa pesan bahwa Korut tidak segahar yang dibayangkan orang selama ini.
Penjaga militer kehormatan yang menyambut rombongan dari Korut tidak mengenakan baju militer modern. Melainkan baju tradisional dan bersenjata tombak serta pedang, bukan senapan. Baju yang mereka kenakan model abad ke-19, masa ketika dua negara masih bersatu.
Dekorasi di dalam Peace House juga didesain sesuai dengan pesan unifikasi. Salah satu di antaranya, lukisan Gunung Kumgang yang dipajang dengan ukuran besar. Gunung tersebut berada di tengahtengah perbatasan Korut-Korsel. Setiap kursi yang dipakai juga memiliki gambar peta Semenanjung Korea. Utuh.
Meski semua berjalan mulus hingga akhir, banyak pihak yang skeptis terhadap pertemuan tersebut. Termasuk Presiden AS Donald Trump. ’’Hal baik tengah terjadi. Tetapi, waktu yang akan menjawab,’’ cuitnya melalui Twitter saat pertemuan Jong-un dan Moon berlangsung.
Yang menjadi sorotan tentu saja pernyataan denuklirisasi Semenanjung Korea sepenuhnya. Banyak pihak yang menilai bahwa Jong-un tidak akan semudah itu mau menyerahkan senjata yang sudah mereka kembangkan selama puluhan tahun. Senjata tersebut merupakan satu-satunya alat yang bisa mengancam AS. Dalam deklarasi kemarin, juga tidak disebutkan bagaimana denuklirisasi itu akan berlangsung.
Di pihak lain, AS juga secara berkala mengirimkan pesawat dan kapalkapal tempur yang memiliki kemampuan membawa nuklir ke wilayah Korsel. Itu biasanya mereka lakukan saat latihan militer. Dengan kata lain, denuklirisasi sepenuhnya bakal sulit terjadi. Korut juga pasti waswas karena kehadiran pasukan AS di Korsel.
’’Semua tidak akan usai hanya dalam sekejap mata,’’ ujar Kim Young-hee, pembelot Korut yang kini menjadi ekonom di Korea Development Bank, sebagaimana dilansir Reuters. Menurut dia, Korut butuh jaminan keamanan dari AS.
Apa pun, dunia tetap menganggap positif pertemuan Jong-un dengan Moon. Tiongkok menyambut baik deklarasi Korut-Korsel. Negeri Panda itu menyatakan ingin berperan aktif dalam mencari solusi politik masalah di Semenanjung Korea. Hal senada dilontarkan Rusia dan PM Jepang Shinzo Abe. Dia berharap agar Korut merealisasikan janji-janjinya. ’’Saya bakal terus mencermati perilaku Korut ke depannya,’’ tegas Abe.
Kami berupaya menciptakan hasil apik dengan berkomunikasi lebih dekat. Agar kesepakatan yang kami teken di depan dunia hari ini tidak berakhir cepat seperti sebelumnya.”
KIM JONG-UN PEMIMPIN TERTINGGI KORUT