Pengaman Hanya Kaus dan Topi
KENAPA warga masih mengais rupiah dari sumur-sumur tua di Bojonegoro? Apakah kegiatan mereka betul-betul aman?
Saat Radar Bojonegoro (Jawa Pos Group)
berkunjung kemarin siang (28/4), beberapa penambang minyak baru beristirahat. Mereka duduk santai di warung yang tak jauh dari titik sumur minyak.
Meski jam istirahat, Tulus, 50, masih sibuk
J
Dia duduk di hadapan mesin disel. Tangan kirinya mencengkeram persneling. Kakinya memainkan gas dan kopling. Seolah dia sedang mengendarai truk.
Tulus bertugas sebagai operator mesin bekas truk. Mesin disel itu terhubung dengan timba di lubang sumur minyak. Timba tersebut digunakan untuk mengambil minyak.
Tulus menceritakan, sejak muda dirinya bekerja di sumur minyak. Tugasnya pun bermacam-macam. Bahkan, saat penarik timba masih menggunakan tenaga manusia, dia sudah ikut. ’’Ya mau kerja apa lagi. Adanya ini,’’ katanya.
Penghasilannya saat ini sebagai operator bergantung pada jumlah minyak yang ditimba. Jika sehari menghasilkan 1 bul minyak (sekitar 1.000 liter), dia bisa mendapatkan upah Rp 50.000.
Di pasaran, harga 1 bul minyak berbeda-beda. Menurut Tulus, 1 bul bisa laku Rp 2,7 juta. Atau, jika harga minyak sedang baik, bisa sampai Rp 3,3 juta.
Dalam sehari, Tulus bekerja mulai pukul 08.00 hingga 16.00. Setelah itu, dia pulang. Namun, untuk mengantisipasi jika minyak tersebut habis, dia sudah menyiapkan ladang. Jadi, setiap pagi sebelum menjadi operator, dia masih menyempatkan diri ke sawah.
Sukadi, 70, penambang lain, mengatakan sudah lama bekerja di sumur tua. Dulu penambang bisa mendapatkan Rp 5 juta per minggu. Saat itu minyak sedang banyak-banyaknya.
Namun, kini dia hanya bisa mengumpulkan uang Rp 30 ribu–Rp 50 ribu per sumur. Karena itu, dia bekerja di beberapa sumur. ’’Dari dulu hidup ya bergantung pada minyak ini,’’ kata dia.
Hadi, 40, warga Wonocolo, berbeda dengan Tulus dan Sukadi. Dia memilih untuk menyuling minyak. Hasilnya bisa dijadikan solar, minyak tanah, dan bensin.
Siang itu dia berada di tempat penyulingan. Lokasinya tak jauh dari tempat penimbaan sumur. Hanya selemparan batu jaraknya. Hadi merebus minyak hasil penimbaan. Ada sekitar 230 liter minyak dari para penambang. Minyak itu lantas direbus.
Hasil pengolahan tersebut bisa menjadi minyak tanah hingga solar. Menurut Hadi, penyulingan itu dilakukan sejak kakek buyutnya. Dia hanya melanjutkan. ’’Satu drum lebih sedikit bisa menjadi sekitar 200 liter,’’ kata pria yang pernah merantau ke Tangerang itu.
Dia menjual minyak olahan ke pengepul sekitar Rp 900 ribu per 200 liter. ’’Ya mereka yang mengangkut dengan sepeda motor itu,’’ terangnya.
Menurut dia, beberapa pihak menilai yang dilakukannya tersebut ilegal. Namun, bagi Hadi dan penduduk sekitar, hal itu menjadi mata pencahari- an sejak lama.
Hadi menceritakan, satu sumur biasanya dikelola 20–30 orang. Mereka patungan. Kadang ada juga investor. Untuk mengelola sumur minyak, dulu dibutuhkan modal Rp 1 miliar. Tapi, sekarang hanya Rp 500 juta–Rp 600 juta. ’’Ini terjadi karena minyak sudah menyusut,’’ katanya.
Selain Desa Wonocolo, ada desa lain yang memiliki sumur minyak. Yakni, Desa Hargomulyo.
Paring, 65, warga Desa Hargomulyo, menceritakan, saat ini tak banyak sumur minyak. Hanya beberapa sumur yang masih bertahan. Para pekerja dalam satu sif sekitar 2–4 orang. Hasilnya pun dibagi rata.
Alat Pengaman Dari pantauan di lapangan, para penambang bekerja biasa saja. Tak terlihat alat keamanan sesuai standar keselamatan. Mereka mengenakan kaus dan bertopi. Santai sekali.
Namun, api memang tak pernah terlihat di sana. Jika ingin merokok, mereka pasti menuju warung-warung yang lokasinya agak jauh dari sumur.
Direktur BBS Bojonegoro Toni Ade Irawan mengatakan, saat ini terdapat 494 sumur minyak di Wonocolo, Hargomulyo, dan Beji, Kecamatan Kedewan.
Namun, hanya ada 24 sumur yang minyaknya dijual ke pihaknya. BBS adalah BUMD di Bojonegoro yang menangani sektor migas.
Toni melanjutkan, harga minyak dari para penambang itu Rp 3.100 per liter. ’’Harga itu sudah termasuk ongkos angkut dan angkat,’’ terangnya. Selanjutnya, BBS menjual minyak tersebut ke Pertamina.
Soal keamanan para penambang, Toni mengatakan telah melakukan sosialisasi. BBS juga telah membelikan perlengkapan keamanan.
Toni menjelaskan, untuk mengantisipasi kecelakaan kerja, dirinya memberikan alat pelindung berupa helm ataupun perlengkapan lain. ’’Para penambang juga kami daftarkan BPJS,’’ tegasnya.
Menurut dia, tidak setiap hari para penambang itu menyetorkan minyak kepada BBS. Ada yang tiga hari sekali, ada juga yang sepekan sekali. ’’Kami juga memberikan bagi hasil kepada desa,’’ tuturnya.