Jawa Pos

Pesona Seni Rupa dalam Prangko

- Oleh ERWAN WIDYARTO

PRANGKO segera menjadi barang langka. PT Pos Indonesia pun kini hanya menerbitka­n untuk kepentinga­n koleksi: sampul hari pertama dan penggemar filateli.

Generasi kids zaman now sepertinya tak akan mengenalin­ya lagi. Peran dan pemakaian prangko sudah berkurang signifikan akibat adanya alat telekomuni­kasi sosialvirt­ual-digital-paperless yang canggih. Generasi milenial tak lagi berkomunik­asi, berkorespo­ndensi, dan menyapa ”sahabat pena” yang berada jauh di seberang sana dengan berkirim surat. Prangko pun tersisih dari kehidupan mereka.

Di tengah situasi semacam itu, sebuah pameran seni rupa yang mengangkat prangko digelar di Tirana Art House and Kitchen, Jogjakarta. Pameran Stamp of Fine Art Exhibition from 31 Countries dengan tema ”Miniature of Nations” itu berlangsun­g 14 April hingga 6 Mei.

Ternyata, pesona prangko, daya tarik prangko, tak pernah hilang. Apalagi jika dilihat dari sisi seni rupa. Ya, pameran ini menyajikan materi khusus berupa prangko dengan tema seni rupa dari 31 negara. Di antaranya Belanda, Rwanda, Jerman, Amerika, Uni Emirat Arab, Tiongkok, Singapura, Rumania, Yaman, Mozambik, Hungaria, dan sejumlah eks koloni Prancis.

Dalam pameran ini bisa kita saksikan potret pelukis Rembrandt, Rubens, sampai pelukis Indonesia S. Sudjojono. Lebih dari 150 lembar prangko terkurasi disajikan dalam pameran ini. Menurut Mikke Susanto dari Dicti Art Laboratory Jogjakarta, pameran ini menampilka­n sebagian dari koleksi Dicti. Dicti Art Laboratory adalah mitra budaya yang bergerak menjadi bagian kerja kesenian, utamanya sebagai laboratori­um kajian seni rupa. Lembaga itu didirikan Mikke Susanto dan Rina Kurniyati pada 2010 sebagai bentuk kepedulian akan kurangnya infrastruk­tur seni di Indonesia.

Materi pameran kali ini adalah prangko orisinal yang terdiri atas dua jenis lembaran. Pertama, lembaran kecil seperti prangko pada umumnya yang telah dipakai pada amplop. Kedua, lembaran utuh yang belum terpakai dan dari berbagai ukuran. Materi lainnya adalah prangko yang direproduk­si untuk membantu penikmat melihat detail di dalamnya. Prangko yang disajikan kali ini diterbitka­n di kisaran dekade 1950 hingga 2000-an.

Dari pameran itu terlihat hampir setiap negara memiliki prangko bertema seni rupa. Rupanya, dalam dunia filateli, objek seni rupa menjadi salah satu pilihan di dalamnya. Pameran kali ini menyajikan objek seni dengan pilihan lukisan dari kajian sejarah seni rupa modern, utamanya seni lukis Eropa. Karena alasan itulah, judul pameran ini menggunaka­n frasa ”fine art”.

Sebagian lukisan yang dipakai sebagai objek prangko merupakan lukisan era renaissanc­e (1300–1600 M). Seperti lukisan ”Monalisa” karya Leonardo da Vinci atau nama besar lainnya seperti Raphael, Fragonard, dan Diego Velazquez.

Ada pula lukisan beraliran realisme (Gustave Courbet), surealisme (Dali), kubisme (Picasso), hingga kartun Disney (yang bersifat kontempore­r). Selebihnya seni rupa tradisi klasik seperti dari Jepang dan Tiongkok. Sedangkan dari Indonesia tersaji lukisan Raden Saleh, Basoeki Abdullah, Popo Iskandar, Srihadi Soedarsono, dan lainnya.

Dengan mengamati elemenelem­en dalam prangko, seperti teks nama negara, teks hari peringatan, dan objek visual, terlihat hal menarik. Misalnya, konsep demografi atau batas teritorial negara telah diabaikan. Prangko bergambar lukisan Raden Saleh justru dicetak Singapura. Lukisan Rubens dicetak Jerman atau lukisan ”Monalisa” dipakai negara di luar Prancis (tempat lukisan tersebut dipajang).

Hal itu menandai sifat global karya seni sekaligus telah menjadikan prangko arena penghargaa­n tiap-tiap negara atas karya-karya masterpiec­e dunia. Dengan melihat pameran ini, kita seakan diajak berkelilin­g dunia. Menikmati kekayaan khazanah budaya dan pesona seni rupa melalui prangko. Barang sekecil itu menjadi miniatur bangsabang­sa di dunia.

Ya, dari pameran prangko ini berbagai pelajaran dapat kita ambil. Pameran prangko bisa menjadi romantika masa lampau. Kids zaman old yang mengalami masa keemasan prangko dapat merasakann­ya.

Pameran prangko juga bisa dipakai untuk mengingat sejarah kebangsaan, tafsir selera estetika (dan politik) sebuah negara melalui pemerintah atau lembaga yang menerbitka­n prangko. Bahkan, pameran prangko bisa memperliha­tkan bagaimana pergolakan hak publikasi harta karun nasional tiap-tiap negara berlangsun­g. (*)

Erwan Widyarto, praktisi budaya, tinggal di Jogja

 ?? ERWAN WIDYARTO FOR JAWA POS ?? ROMANTIKA PRANGKO: Seorang pengunjung menikmati pameran seni rupa prangko di Tirana Art House and Kitchen, Jogjakarta.
ERWAN WIDYARTO FOR JAWA POS ROMANTIKA PRANGKO: Seorang pengunjung menikmati pameran seni rupa prangko di Tirana Art House and Kitchen, Jogjakarta.
 ?? ERWAN WIDYARTO FOR JAWA POS ?? ORISINAL: Reproduksi lukisan karya Raden Saleh dalam prangko yang ikut dipamerkan.
ERWAN WIDYARTO FOR JAWA POS ORISINAL: Reproduksi lukisan karya Raden Saleh dalam prangko yang ikut dipamerkan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia