Jawa Pos

Jambu Kluthuk

- Sujiwo Tejo tinggal di www.sujiwotejo.net

SUDAH tiga hari Sastro tak kuasa buang air besar. Temannya bilang, surutnya kekusaan ini gegara Sastro kebanyakan jambu biji. Kok?

Lha, orang mencret-mencret saja pulih kok pakai jambu kluthuk itu. Apalagi kalau makannya sedaun-daun pupusnya. Kotoran cair akan memadat. Yang artinya, kalau tak mencret tapi makan jambu biji, kebanyakan lagi, tinja Sastro yang sudah kompak akan kian mengompak lagi. Susahlah keluarnya. Tak selamanya kompak itu bagus.

’’Kamu dapat data pengompaka­n Indonesia itu dari mana? Yakin jambu yang muasalnya Brasil masuk via Thailand itu mujarab untuk orang yang feses-nya tidak kompak?” kekasih Sastro, Jendrowati, masygul.

’’Meneketehe,” respons Sastro memanfaatk­an jejak ujaran ’’mana kutahu’’ jauh sebelum Pak Jokowi jadi presiden.

Jendro lalu menantang teman Sastro itu adu data. Sastro terbelalak. ’’Kamu kebawa Pak Jokowi ya?” cengangnya.

Pekan lalu presiden menyilakan para pengkritik membengkak­nya utang Indonesia untuk adu data dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Tantangan ini disambar Rizal Ramli. Mantan Menko Kemaritima­n itu seraya meminta media massa mau jadi seksi repot-repot acara debat terbuka adu data itu.

Menurut data Sri Mulyani, eh, Jendrowati, jambu biji yang juga kerap disebut jambu batu maupun jambu kisi itu bukan satu-satunya penyembuh orangorang yang sering kecirit. Masih diperlukan garam, gula, dan tepung umbi Garut.

’’Sudahlah. Di dunia ini tak ada satu pun yang dapat dikerjakan sendirian. Begitu pun dengan jambu kisi itu. Dia masih perlu koalisi,” yakin Jendro ke Sastro.

Banyak usulan agar ada televisi lokal yang menyelengg­arakan debat terbuka itu. Rating pemirsanya pasti tinggi. Maklum, sejak harga beras makin mahal banyak warga di kampung itu yang dilanda diare, atau sebaliknya, susah buang air.

Apalagi setelah ada pejabat tinggi enteng kasih komen agar masyarakat tak gugup menghadapi harga beras yang kian meroket. Mereka cuma diimbaunya agar sabar-sabar menawar saja.

Pendek kata, acara ini pasti ditonton saking makin banyaknya orang sakit perut. Sayangnya, pengarah acara televisi lokal yang digadang-gadang akan membuat program heboh itu tiba-tiba membatalka­nnya. Mungkin karena dia TKA.

’’Dia tenaga kerja asing? Dari Tiongkok?” gusar seorang warga.

’’Bukan. Dia Jawa tulen,” sahut lainnya. ’’Tapi dia asing terhadap pekerjaann­ya sendiri. Dia bekerja di bidang yang sesungguhn­ya bakat dan kemampuann­ya sama sekali tidak di situ. Itulah sebenar-benarnya tenaga kerja asing. Ibarat bakatnya dagang tapi masuk partai politik atau birokrasi.”

’’Berarti di Indonesia ini banyak sekali TKA?” timpal yang lain lagi.

’’Mahasiswa asing juga banyak dong?” celetuk lainnya lagi. ’’Pengin kuliah sastra tapi ortu dan camer mengultima­tum dia masuk kedokteran, jadilah dia mahasiswa asing kedokteran.’’

Hmmm… Akhirnya ada juga televisi lokal yang pengarah acaranya bukan TKA. Dia kelola acara adu data tersebut walau cuma beberapa menit. Dombadomba Garut yang GR (gede rasa) menyangka dirinya sama dengan data-data pada stres usai mendengar bakal digelarnya acara eksklusif adu data.

Entah akhirnya dapat obat herbal dari siapa, Sastro kuasa buang air besar. Yang jelas bukan jambu biji bukan pula umbi Garut.

Pada saat Sastro berkuasa-kuasanya di toilet itulah televisi lokal menayangka­n langsung acara adu data.

’’Sastro, cepat keluar. Tuh istrimu lagi adu data,” teriak mertua yang sedang bermalam di rumah Sastro. ’’Ayoooo… Cepaaaaat !!!! ”

’’Ekkkkkhhhh­hhhhh...!!!” cuma itu reaksi Sastro yang bergema dalam toilet.

Plung!!! (*)

 ?? BUDIONO/JAWA POS ??
BUDIONO/JAWA POS
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia