Minyak Menghilang, Turis pun Mulai Datang
Kebakaran sumur minyak di Aceh Timur dengan korban puluhan jiwa jangan sampai terulang. Pertamina harus lebih ketat mengawasi sumursumur tua miliknya agar tidak membahayakan lingkungan.
BAU minyak mentah menyeruak, menembus hidung. Menara kayu yang menghitam terlihat sepanjang mata memandang. Deru mesin diesel saling bersahut. Itulah suasana sehari-hari kawasan sumur minyak Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro
J
Kebakaran sumur minyak di Aceh awal pekan lalu membuat semua pihak kini meningkatkan kewaspadaan. Pertamina Asset 4 Cepu berencana melakukan sidak ke sumur-sumur minyak di Kecamatan Kedewan. Government and Public Relations Assistant Manager Pertamina Asset 4 Cepu Pandji Galih Anoraga mengatakan, yang terjadi di Aceh itu adalah pengeboran ilegal (illegal drilling). ”Untuk di Wonocolo, kami meminta para penambang tidak melakukan kegiatan illegal drilling,” kata dia.
Menurut Pandji, karena ilegal, aktivitas tersebut pasti tidak sesuai dengan kaidah pengeboran. Selain itu, aksi tersebut berbahaya bagi penambang dan lingkungan sekitar. ”Kami akan sampaikan kembali terkait dengan hal tersebut (sidak, Red),” terangnya.
Pandji menegaskan, sumur di Wonocolo itu dikelola masyarakat bekerja sama dengan BUMD. Nah, BUMD itulah yang menjadi wadah untuk mengoordinasi pengelolaan sumur tua oleh masyarakat dengan ketentuan pengawasan dan persyaratan tingkat keselamatan yang ketat. ”Sehingga diharapkan kejadian seperti di Aceh tidak terjadi di sini,” tegas Pandji.
Tempat Wisata Berumur lebih dari seabad membuat kandungan minyak di kawasan minyak tua Wonocolo makin tipis. Karena itu, Pemkab Bojonegoro menyiapkan rencana masa depan.
Bersama dengan Pertamina EP Asset 4 Cepu, pemkab berupaya menjadikannya objek wisata. Program yang dicanangkan adalah Petroleum Geopark Bojonegoro.
Selain alam yang cukup mendukung, desa tempat sumursumur tua itu menyimpan taman hidup. Yakni, para penambang minyak yang sangat eksotis.
Selain penambangan minyak, yang menjadi nilai tawar wisata adalah sebuah perbukitan tempat wisatawan bisa menikmati alam yang berpadu dengan sumur minyak. Di atas bukit itu pun terlihat tulisan ”Texas Wonocolo”.
Ada satu objek lagi yang bisa dikunjungi. Yakni, museum. Museum itu berada di tengah-tengah perkampungan penduduk yang berjarak sekitar 2 kilometer dari kawasan penambangan minyak.
Di museum tersebut, foto-foto lawas tentang penambangan minyak disajikan. Miniatur tentang perminyakan pun terdapat di sana. Bahkan, ada bendabenda purba, antara lain fosil. ”Ini sejak 2016,” kata Saiful Basri, petugas pengelola museum, saat ditemui kemarin (28/4).
Menurut Saiful, para pengunjung akan diberi paket keliling tambang minyak. Bisa menggunakan mobil jip atau naik kendaraan lain. Untuk jip, sudah ada paguyuban sendiri yang mengelola.
”Rata-rata mahasiswa yang datang. Dari luar kota,” tutur dia.
Dia mengatakan, tempat itu tak begitu ramai jika dibandingkan dengan objek-objek wisata alam lain. Sebab, setiap bulan para pengunjung di Wonocolo antara 50 sampai 100 orang. ”Ini sudah ada turis luar negeri yang akan datang. Tinggal menunggu jadwalnya,” papar dia.
Dia mengakui bahwa masyarakat sudah mendukung. Namun, beralih total menjadi desa wisata dan meninggalkan sumur memang cukup berat bagi warga. Sebab, warga masih menggantungkan hidup pada sumur. Tak kurang dari 300 orang mencari nafkah di sumur minyak Wonocolo.
Kabid Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Disbudpar Bojonegoro Dyah Enggarini Mukti mengatakan, sumur di Wonocolo sudah diproduksi sejak zaman Belanda.
Menurut dia, dari kajian Pemkab Bojonegoro dan tim ahli, ada bukit yang menjadi jebakan minyak di antiklin. Jadi, meski berada di pegunungan, minyak masih bisa ditimba.
Dia menjelaskan, fosil-fosil di musem tersebut adalah temuan di Bojonegoro. Artinya, di Bojonegoro dulu ada lautan. Dari fosil itu pula minyak berasal.
Enggar menuturkan, Pemkab Bojonegoro telah menerima sertifikat geopark nasional dengan penetapan tujuh geosite sebagai kawasan cagar alam geologi. Salah satu kawasan geopark tersebut adalah Petroleum Geoheritage Wonocolo.
Enggar menjelaskan, menjadikan kawasan Wonocolo sebagai lokasi wisata harus bertahap. Sebab, pemkab akan bersinggungan dengan para penambang yang sudah lama berkecimpung di sana.
Karena itu, diperlukan pendekatan lain agar para penambang bisa sedikit demi sedikit merasakan kemanfaatan geopark tersebut.