Kapasitas PLTP Indonesia Terbesar Kedua di Dunia
JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, hingga akhir triwulan pertama 2018, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Indonesia mencapai 1.924,5 megawatt (mw). Capaian itu menjadikan Indonesia sebagai negara terbesar kedua penghasil listrik dari PLTP.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana menyatakan, dengan total kapasitas tersebut, Indonesia berhasil menggeser Filipina yang selama ini berada di posisi kedua. ’’Target yang akan kita capai hingga akhir tahun 2.058,5 mw,’’ ujarnya akhir pekan lalu.
Filipina memiliki kapasitas terpasang PLTP mencapai 1.870 mw. Amerika Serikat masih menjadi negara yang mempunyai kapasitas PLTP terbesar di dunia dengan total kapasitas 3.450 mw.
Tahun ini Indonesia mendapat tambahan kapasitas PLTP dari PLTP Sarulla Unit 3 dengan kapasitas 86 mw dan PLTP Karaha Unit 1 yang berkapasitas 30 mw. Pembangkit itu beroperasi pada kuartal I 2018. Pembangkit tersebut menghasilkan uap panas bumi 23,35 juta ton. Target tahun ini 97,84 juta ton.
Sektor EBT telah menyumbang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari subsektor panas bumi Rp 220,07 miliar hingga April 2018. Target PNBP dari sektor itu mencapai Rp 700 miliar tahun ini. ’’Panas bumi menjadi andalan kita,’’ katanya.
Di sisi lain, Kementerian ESDM juga berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa memfasilitasi perbankan nasional membiayai proyek EBT. Sebab, ada beberapa proyek EBT yang terkendala pendanaan. Di antara 70 PPA (power purchase agreement) proyek EBT pada 2017, sebanyak 46 proyek terkendala pendanaan. ’’Sejak PPA diberikan sampai efektif dikasih waktu enam bulan. Tetapi, masih bisa minta perpanjangan kalau belum mendapatkan pendanaan,’’ terang Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris.
Dia menuturkan, peluang itu bisa terealisasi lantaran OJK punya green financing (pendanaan energi baru terbarukan). ’’Akan ada kewajiban bank biayai proyek green sekian persen dari portofolio mereka,’’ ungkap Harris. Bunga yang didapatkan pengusaha EBT pun diharapkan bisa kompetitif. ’’Green mengarah ke low-rate,’’ lanjutnya.
Dia mencontohkan, di Korea Selatan bunga pembiayaan untuk proyek EBT hanya 1,5–3,37 persen. Rata-rata bunga pembiayaan untuk proyek EBT di luar negeri sekitar 5 persen. Untuk mengakselerasi proyek-proyek EBT, pemerintah masih membuka kesempatan untuk lembaga pembiayaan luar negeri membiayai proyek-proyek EBT.