103 WN Tiongkok Ditangkap
Sindikat Penipuan Online Terbongkar di Bali
DENPASAR – Indonesia benarbenar menjadi surga bagi anggota sindikat penipuan lintas negara asal Tiongkok. Yang terbaru, polisi membongkar kejahatan siber (cyber fraud) bermodus penipuan dan pemerasan yang berlokasi di Mengwi, Badung, Bali. Total, 114 pelaku ditangkap. Perinciannya, 103 warga negara (WN) Tiongkok dan 11 warga lokal.
Kasus itu menambah panjang deretan kejahatan siber WN Tiongkok yang berhasil diungkap jajaran kepolisian Indonesia. Beberapa tahun lalu sindikat serupa juga menjalankan operasi di Jakarta dan Surabaya
Korban yang menjadi target juga sama, yakni sesama WN Tiongkok.
Ratusan anggota sindikat penipuan tersebut ditangkap di tiga lokasi yang berbeda di Badung kemarin (1/5). Awalnya, tim kepolisian mengobok-obok Perumahan Mutiara Abianbase 1, Mengwi. Di lokasi itu, 49 orang digerebek. Sebanyak 44 orang merupakan WN Tiongkok dan sisanya warga setempat. Dari penggerebekan berikutnya, petugas mengamankan 32 pelaku di Jalan Bedahulu XI/39, Denpasar. Perinciannya, 28 WN Tiongkok dan 4 warga setempat. Penggerebekan terakhir dilakukan di Jalan Gatsu I/9, Denpasar. Dari lokasi itu, 33 orang ditangkap. Perinciannya, 31 WN Tiongkok dan 2 warga lokal.
Dari penangkapan tersebut, polisi juga menyita puluhan handphone, router, laptop, dan hub. Paspor milik WN Tiongkok juga turut dijadikan barang bukti kejahatan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bali Kombespol Anom Wijaya mengatakan, penggerebekan berawal dari informasi masyarakat. Tim juga mengantongi informasi dari kepolisian Tiongkok. Selanjutnya, tim gabungan yang dipimpin Kapolda Bali Irjen Pol Petrus Reinhard Golose langsung turun ke lokasi. Tim gabungan beranggota tim cyber crime dari Ditreskrimsus, Satgas Counter Transnational and Organized Crime (CTOC), serta Tim Satuan Antibandit Kejahatan Jalanan dan Anarkisme (Sabata) Polda Bali.
”(Penangkapan, Red) yang terbaru di tiga lokasi kejadian,” kata Anom di sela-sela penggerebekan di Perumahan Mutiara Abianbase kemarin (1/5). Dengan penangkapan di tiga lokasi tersebut, praktis dalam delapan bulan terakhir ada delapan kasus cyber fraud di wilayah Polda Bali. ”Dari delapan TKP tersebut dengan total tersangka berjumlah 300 orang,” bebernya. Mayoritas tersangka merupakan WN Tiongkok.
Anom membeberkan, berdasar hasil pengembangan sementara, orang-orang itu melakukan penipuan antarnegara. Modusnya, menggunakan antena pemancar yang dibangun di samping rumah kontrakan. ”Antena setinggi 20 meter itu diduga sebagai pemancar sinyal jaringan yang akan terhubung langsung ke Tiongkok,” tutur dia dengan didampingi Wadirkrimsus AKBP Ruddi Setiawan.
Menurut dia, para tersangka masuk ke Indonesia tidak bersamaan. Satu per satu masuk Bali mulai 2015, 2016, lalu 2018. Untuk mengelabui petugas imigrasi, tersangka masuk melalui Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, dan melakukan perjalanan darat menuju Bali. Sesampai di Bali, pelaku ditempatkan di tiga lokasi terpisah untuk melancarkan aksi tersebut.
Penipuan itu dimulai Maret lalu. Namun, lanjut Anom, pihaknya belum mendalami keuntungan yang didapat dari hasil kejahatan tersebut. ”Jika dilihat dari tangkapan-tangkapan sebelumnya, para tersangka rata-rata meraup keuntungan yang mencapai Rp 8 miliar untuk satu korban,” bebernya.
Walau terkendala bahasa Mandarin untuk mengorek keterangan para pelaku, menurut dia, polisi saat ini masih mengumpulkan barang bukti dan memeriksa saksi. ”Kami akan mendalami. Para pelaku akan dibawa ke polda untuk dimintai keterangan. Nanti kami akan berkoordinasi dengan pihak imigrasi. Karena selain melakukan tindak pidana, mereka juga menyalahgunakan visa kunjungan untuk tinggal dan bekerja melakukan kejahatan di Bali,” papar dia.
Mengapa sindikat penipuan beberapa kali beraksi di Bali? ”Mereka itu (sindikat asal Tiongkok, Red) bukan hanya di Bali. Beberapa negara tetangga juga pernah mengungkap kasus ini dengan pelaku turis Tiongkok juga. Kalau di Indonesia, terungkap di Jakarta dan Jawa Timur. Ya, mungkin mereka memilih ke Bali karena pergerakan mereka tidak terlalu dicurigai, karena Bali banyak wisatawan,” urainya.
Menurut dia, pelaku umumnya memanfaatkan sambungan telepon untuk menghubungi calon korban yang berada di Tiongkok. ”Modusnya, mereka ambil nomor dari credit card korban asal Tiongkok yang ada di internet. Setelah itu, mereka buka akses lewat internet dan buat transaksi fiktif, lalu meminta korban untuk mentransfer sejumlah uang. Pokoknya banyak cara,” terang dia.
Anom menambahkan, dalam beraksi, pelaku yang mengklaim sebagai polisi menggunakan teknologi canggih. Telepon yang digunakan pelaku untuk menelepon korban bisa berubah menjadi nomor telepon yang sesuai dengan nomor kepolisian di Tiongkok. Korban tentu saja mudah teperdaya karena melihat nomor telepon tersebut. Pelaku lantas mengintimidasi korban, seolah-olah korban punya masalah hukum.
Ujung-ujungnya, pelaku minta uang sebagai jaminan untuk menyelesaikannya. ”Pelaku juga memiliki data aset milik korbannya. Data tersebut didapatkan dari pasar gelap. Ini yang nantinya akan kami ungkap bersama kepolisian Tiongkok,” jelasnya.
Sementara itu, fakta lain yang dihimpun Jawa Pos Radar Bali, rumah mewah berlantai 2 di Perumahan Mutiara, Banjar Semate, Kelurahan Abianbase, milik Hendrik Pardede. Dulu rumah itu sempat dijadikan tempat ibadah. Namun, belakangan malah dijadikan markas sindikat penipuan online lintas negara.
Pemimpin adat setempat I Gede Suryadi, 54, menerangkan bahwa penggerebekan yang dilakukan tim gabungan dari Polda Bali itu membuatnya terkejut.