Bank Tak Goyah oleh Rupiah Lemah
Kecil, Risiko Valas ke Kredit
JAKARTA – Perbankan diyakini masih cukup kuat dalam menghadapi tekanan fluktuasi nilai tukar. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan stress test kepada industri perbankan. OJK menilai perbankan mempunyai rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) 22,67 persen serta kredit macet atau non per f o r mi n g loan (NPL) di kisaran 2,75 persen.
’’Kami sudah bilang sebelumnya bahwa ada rebalancing portofolio. Dan, permodalan bank kita relatif lebih tinggi dibanding negaranegara lain,’’ ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso kemarin (1/5).
Pertumbuhan kredit pada Februari lalu mencapai 8,54 persen, lebih tinggi dibanding pertumbuhan kredit pada Februari 2017 yang sebesar 8,22 persen. Untuk dana pihak ketiga (DPK), ada penurunan dari 8,44 persen pada Februari 2017 menjadi 7,66 persen pada Februari 2018. Meski dana berkurang, hal itu termasuk dalam efek rebalancing karena melihat peluang imbal hasil reksa dana yang lebih tinggi ketimbang deposito.
Likuiditas bank dinilai masih cukup banyak. Bahkan, bank masih bisa meningkatkan penyaluran kredit. Wimboh menyebut tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari sisi likuiditas. Namun, bank tetap harus hati-hati dalam mengontrol risiko agar tidak terjadi kenaikan NPL.
Corporate Secretary PT Bank Mandiri Tbk Rohan Hafas mengatakan, rata-rata bank cukup hatihati dalam menyalurkan kredit valas. Dengan demikian, risiko nilai tukar tidak berdampak langsung pada permodalan bank. Bank juga sudah mendorong agar nasabah melakukan lindung nilai atau hedging pada nasabah yang punya penghasilan dalam USD. ’’Tidak ada masalah,’’ ujarnya.
Per 30 April, kurs tengah BI mencatat rupiah per USD seharga Rp 13.877. Sementara itu, di kurs spotBloomberg, rupiah berada di level Rp 13.913. Sepanjang tahun ini, rupiah melemah 2,47 persen terhadap USD. Menurut Rohan, Bank Indonesia (BI) mempunyai kebijakan yang mampu mendorong stabilisasi nikai tukar. Namun, Rohan tidak berkomentar lebih jauh mengenai stance BI yang membuka ruang pengetatan kebijakan moneter.
’’Yang penting bagaimana hedging dari nasabah karena itu kan seperti asuransi. Kemudian, bagaimana bank mengontrol simpanan valasnya. Kalau di Bank Mandiri tidak banyak sehingga risikonya kecil,’’ katanya.