Jawa Pos

Tiada Lagi Cerita Minta Kiriman Air Bersih di Musim Kemarau

Wisata Batu Solor Ubah Desa Jadi Kota

-

Wisata membuat semua orang gembira. Wisata juga mengubah wajah desa jadi indah. Kebutuhan dasar warga juga makin terpenuhi karena wisata. Itulah yang dirasakan warga berkat pengembang­an wisata Batu Solor di Desa Solor, Kecamatan Cermee.

WAWANADI, Bondowoso

SINAR matahari begitu menyengat kulit siang itu di daerah wisata Batu Solor, Kecamatan Cermee, Bondowoso. Angin yang berembus terasa kering, berbeda sekali dengan di daerah ketinggian seperti Ijen. Padahal, Desa Solor jauh dari laut dan termasuk daerah ketinggian.

Merasakan panasnya kawasan Solor siang bolong itu, rasanya ingin segera bersembuny­i di bawah pepohonan jati atau pohon akasia yang selalu setia menjadi peneduh. Meski kondisi demikian, destinasi wisata itu punya daya pikat tersendiri bagi wisatawan. Batu yang menjulang tinggi seperti Stonehenge di Inggris itulah daya tarik Batu Solor.

Banyak orang yang menyebut batu bersusun di Desa Solor itu sebagai batu megalitiku­m. Sebab, bentuknya tak lazim dan jarang ditemukan di daerah lain. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan melalui Kasi Kepurbakal­aan dan Kesejaraha­n Hery Kusdaryant­o menyatakan, batu susun tersebut belum ditetapkan sebagai peninggala­n megalitiku­m karena belum diteliti.

Meski begitu, wisatawan terus berdatanga­n. Wisata Solor juga terus dikembangk­an. Dulu dari pusat Kota Bondowoso menuju Solor yang melewati lima kecamatan, mulai Tenggarang– Wonosari–hingga Prajekan, dibutuhkan waktu kurang lebih tiga jam, kini hanya sekitar satu jam.

Jalan berbatu makadam dan paras tidak ada lagi. Sebab, mulai tahun lalu pemkab serius menggelont­orkan dana untuk pembanguna­n jalan aspal hotmixmenu­ju Solo r. Saat ini perubahan Solo r begitu drastis. Jika dulu hanya Sabtu-Minggu, sekarang hampir tiap hari ada wisatawan.

Dampak ekonomi yang dirasakan warga tampak dari berdirinya warung-warung makanan. Sebelumnya tidak ada warung. Untuk membeli, orang harus turun terlebih dahulu ke rumah penduduk.

Berkat wisata, Desa Solor yang dikenal sebagai daerah panas dan kering itu berubah. Kebutuhan mendasar yang dirasakan warga adalah ketersedia­an air. Mencari air bersih di daerah Solor, lokasinya tepat di belakang warung. Pipa berwarna abu-abu itulah sumber mata air baru di desa yang dikenal sebagai kawasan langganan kekeringan itu. ”Ini baru saja. Akhir tahun kemarin,” ujar Holidi, warga Solor.

Sebelum jalan menuju Solor diaspal, memang ada toilet yang dibangun lewat program Tentara Manunggal Masuk Desa (TMMD) 2016. Tapi, toilet itu tidak bisa difungsika­n karena tidak ada air.

Holidi menjelaska­n, sebelum ada pipanisasi, warga selalu menyimpan air hujan saat musim hujan tiba. Sebab, kata dia, kemarau di daerah Solor lebih panjang daripada musim hujan. Terlebih, saat stok air hujan itu habis, warga harus berjalan puluhan kilometer untuk mencari sumber mata air. Puluhan tahun seperti itu, tambah Holidi, kini kebutuhan air bersih bisa teratasi karena wisata.

Surito, perangkat Desa Solor, mengatakan, pipanisasi dilakukan dengan anggaran dari desa. ”Ambil airnya ini di dekat air terjun di atas. Jadi, dari Batu Solor jaraknya lebih dari 10 kilometer,” ucapnya. Dia menambahka­n, pipanisasi dilakukan untuk warga yang setiap musim kemarau selalu kesulitan air bersih.

 ?? WAWAN DWI/JAWA POS RADAR JEMBER ?? AIR UNTUK KEHIDUPAN: Warga Desa Solor, Kecamatan Cermee, bisa menikmati air lewat pipanisasi berkat wisata Batu Solor.
WAWAN DWI/JAWA POS RADAR JEMBER AIR UNTUK KEHIDUPAN: Warga Desa Solor, Kecamatan Cermee, bisa menikmati air lewat pipanisasi berkat wisata Batu Solor.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia