Jawa Pos

Siapkan Buku Hasil Pengalaman Pendamping­an

Modal paling utama sebagai shadow teacher alias guru pendamping anak difabel adalah kasih sayang. Torando Rodina memperlaku­kan para muridnya dengan penuh cinta. Sang istri pun tergerak mengikuti langkahnya. Torando Rodina, Shadow Teacher Anak Difabel (2-H

- JOS RIZAL Baca Siapkan... Hal 31

BERDASAR pengalaman, Torando Rodina yang akrab disapa Tori menyebutka­n bahwa anak difabel memiliki kelemahan secara akademis. Agar bisa mandiri ketika dewasa, mereka perlu dibekali banyak hal. Salah satunya, menjadikan mereka pribadi yang unggul melalui karya-karya nonakademi­s.

Untuk menjaga kualitas pendamping­an, Tori membatasi jumlah siswa. Tahun ini dia memiliki dua anak bimbingan. Termasuk Vincent Nicholas yang sudah bersamanya selama 12 tahun terakhir. Saban hari dia memastikan bahwa Vincent yang autis itu mampu mengembang­kan kemampuan melukis dan menjalani kehidupan sehari-hari dengan baik. Mulai makan dan minum, belajar, hingga bersosiali­sasi dengan orang lain.

Jam kerja Tori mulai pagi hingga sore. Setiap murid punya jadwal sendiri. Misalnya, si A didampingi pukul 08.00, lalu si B pukul 12.00. Dalam sehari dia bisa membimbing lebih dari satu anak karena sebagian besar muridnya itu tidak bersekolah formal. ”Saya tidak menerima bimbingan malam karena itu waktu untuk keluarga,” ujarnya

Tori merupakan sarjana informatik­a. Dia lulus dari Ubaya pada 1997. Kelulusann­ya terbilang lambat karena sebelumnya dia adalah pebisnis. Kuliah hanya menjadi formalitas untuk mendapat gelar sarjana. Setelah itu, dia bergabung dengan Sekolah Kasih Bunda, sebuah sekolah khusus yang membimbing anakanak difabel. Sejak saat itu pula, pria 50 tahun tersebut berprofesi sebagai shadow teacher atau guru pendamping.

”Kenapa sarjana informatik­a malah jadi guru anak difabel? Karena itu panggilan hati. Saat kuliah, saya aktif dalam kegiatan gereja. Lalu, yayasan gereja meminta saya membantu menangani jemaat yang difabel,” ceritanya.

Tori membantu guru di sekolah dan orang tua di rumah untuk mengembang­kan kemampuan anak-anak difabel. Tugas utamanya adalah membuat anak-anak difabel berkomunik­asi dengan baik. ”Kalau sudah berkomunik­asi dan bisa diperintah, mengerjaka­n sisanya akan lebih mudah,” terangnya.

Menemukan bakat anak difabel adalah tantangan lainnya. Shadow teacher biasanya dipilih orang tua anak difabel. Tugasnya selesai ketika orang tua itu berhenti mempekerja­kan atau setelah tujuan pendamping­an tercapai.

Semula Tori bekerja sendiri. Namun, melihat kesungguha­n hati dan kasih sayang yang diberikan suaminya kepada anak-anak bimbingann­ya, Dian Kurniawati pun mengikuti langkah Tori. Tori memang sering bercerita tentang anak-anak asuhnya. Dian jadi merasa sedih. Apalagi, ada satu anak cerebral palsy yang dijauhi orang-orang di lingkungan­nya, bahkan keluargany­a sendiri. ”Istri saya tersentuh dan dia memutuskan ikut memberikan kasih sayangnya kepada anak-anak itu,” tutur Tori.

Pada saat menjadi shadow teacher, Tori juga pernah menjadi guru di SMP Ciputra pada 2006–2017. Namun, dia berhenti. Di antara puluhan anak yang ditanganin­ya, mayoritas telah menemukan bakat mereka. Misalnya, melukis, menyanyi, memasak, dan membuat kerajinan tangan.

Selain menjadi guru pendamping, Tori dan istrinya kini aktif mengisi seminar dan menjadi pembicara bagi guru-guru sekolah luar biasa dan orang tua anak difabel. Mereka juga punya ruang diskusi dengan membuka grup Peduli Anak Berkebutuh­an Khusus di Facebook.

Saat ini Tori melakukan riset cara menemukan bakat-bakat hebat dalam diri anak difabel. Ketika melakukan bimbingan, dia merekam dan memotret untuk membantu penelitian­nya. ”Nanti dokumentas­i itu akan kami jadikan buku untuk membantu mereka yang membutuhka­nnya,” ujar warga Ketintang itu.

 ?? JOS RIZAL/JAWA POS ?? HASIL DOKUMENTAS­I: Torando Rodina menunjukka­n foto saat membimbing Afif, salah seorang anak autis yang didampingi­nya dan kini sudah masuk SMA. Di album itu, dia menyimpan fotofoto interaksi dengan muridnya.
JOS RIZAL/JAWA POS HASIL DOKUMENTAS­I: Torando Rodina menunjukka­n foto saat membimbing Afif, salah seorang anak autis yang didampingi­nya dan kini sudah masuk SMA. Di album itu, dia menyimpan fotofoto interaksi dengan muridnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia