Karyawan dan Pilot Ancam Mogok
JAKARTA – Kondisi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sedang tidak kondusif. Karyawan dan pilot maskapai penerbangan kebanggaan Indonesia itu mengancam mogok kerja. Alasannya, ada beberapa keputusan pemegang saham yang dianggap tidak mendukung kemajuan perusahaan
Karyawan yang tergabung dalam Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia (Sekarga) dan Asosiasi Pilot Garuda (APG) meminta adanya restrukturisasi direksi, yakni dari delapan menjadi enam direktur. Selain untuk efisiensi, tuntutan itu mereka suarakan karena ada beberapa kebijakan direksi yang bertentangan dengan perjanjian kerja bersama (PKB).
Presiden APG Kapten Bintang Hardiono menuturkan, salah satu yang dipersoalkan adalah masalah antar jemput pilot dan kru. Ada kebijakan, fasilitas antar jemput diganti dengan uang transpor. Dia menuntut kebijakan itu ditinjau ulang atau dicabut lantaran berhubungan dengan keselamatan dan safety para pilot.
”Alasannya, di Eropa, di Singapura, kru bisa jalan sendiri. Nah, kan di sana satu safety-nya, keamanan terjamin, tepat waktu, transportasinya juga ada. Lha di kita, kan bisa telat. Nggak bisa diharapkan,” papar Bintang kemarin (2/5).
Ada beberapa kejadian, pilot terlibat kecelakaan karena mengendarai mobil sendiri dan mengantuk lantaran capek.
Masalah lain bagi pilot, lama pendidikan yang seharusnya tiga pekan dipangkas menjadi dua pekan saja. Menurut Bintang, hal itu tentu akan berpengaruh pada materi yang didapat pilot.
Dia menyebutkan, ada pula persoalan gara-gara perubahan sistem penjadwalan kru. Ternyata, sistem baru yang di implementasi kan pada November 2016 malah berdampak pada pemba- talan dan penundaan penerbangan. Puncaknya terjadi pada Desember tahun lalu dan masih terus terjadi.
”Yang kami sesalkan, kenapa pemindahan sistem ini waktunya cuma enam hari. Harusnya minimal enam bulan,” ujarnya. Kondisi itu menjadi salah satu pemicu turunnya On Time Performance (OTP). Pada 2016, OTP mencapai 89,51 persen, sedangkan pada 2017 tercatat 86,4 persen.
Sementara itu, pimpinan Garuda Indonesia menyatakan akan mendengarkan aspirasi APG dan Sekarga. ”Kami percaya sinergi bersama antara manajemen dan serikat dapat berdampak signifikan dalam upaya perbaikan kinerja perusahaan,” kata Direktur Umum dan SDM Sari Suharso.
Menurut dia, sikap Garuda tersebut sejalan dengan dinamika bisnis yang terus berjalan. Dia mengungkapkan, manajemen juga menyadari bahwa APG dan Sekarga juga memiliki komitmen dan kesadaran bersama atas keberlangsungan bisnis perusahaan untuk terus berkembang.
”Kami membuka ruang seluasluasnya kepada rekan-rekan Sekarga dan APG untuk berdiskusi dan bermusyawarah terkait concern rekan-rekan terkait perkembangan dan keberlangsungan perusahaan,” ungkapnya.
Dia menegaskan, kegiatan operasional penerbangan akan tetap berlangsung dengan normal. Garuda Indonesia telah melakukan langkah-langkah mitigasi untuk mengantisipasi kondisi tersebut. ”Manajemen senantiasa mengedepankan komitmen keselarasan hubungan industrial yang baik. Manajemen juga berharap serikat dapat terus mendukung iklim kerja yang kondusif bagi perusahaan, khususnya di tengah-tengah tantangan persaingan bisnis yang semakin ketat,” kata Sari.
Perseroan juga terus mengembangkan berbagai model bisnis dalam memaksimalkan potensi pasar. Salah satunya dilakukan melalui utilisasi pasar kargo sehingga diperlukan direktorat kargo. Sebab, saat ini persaingan dan tantangan di industri penerbangan kian kompetitif.
Sepanjang 2017, Garuda Indonesia berhasil mengangkut 446,8 ribu ton angkutan kargo melalui lini usaha kargo udara. Angka itu naik 7,4 persen jika dibandingkan dengan 2016. Pendapatan kargo Garuda Indonesia 2017 juga meningkat 8,2 persen menjadi USD 237,1 juta.
Dia juga menegaskan, pengangkatan direksi Garuda Indonesia sesuai dengan hasil RUPST merupakan kewenangan penuh pemegang saham dan Kementerian BUMN. Dalam hasil RUPST 2018, pemegang saham telah mengakomodasi tuntutan serikat untuk mengurangi jumlah direksi.
Perusahaan berkode dagang GIAA itu telah meniadakan posisi direktur produksi dan mengangkat direktur operasi serta direktur teknik. ”Sejalan dengan ekspansi bisnis yang dijalankan perusahaan,” imbuhnya.
Pada 2017, GIAA berhasil menekan tren kerugian dari USD 99,1 juta pada kuarter pertama 2017 menjadi USD 38,9 pada kuarter kedua 2017.