Jawa Pos

Di Dalam Air Cuma Terdengar Bunyi Gong

Shafa Thasya Thaeraniza, Salah Seorang Penari Gandrung Bawah Laut

- AHMAD DIDIN KHOIRUDDIN

Pergelaran Banyuwangi Underwater Festival 2018 berlangsun­g sebulan lalu. Namun, euforianya masih dirasakan para penari yang terlibat. Salah satunya, Shafa Thasya Thaeraniza.

SEBANYAK 23 mahasiswa membawakan tari gandrung di bawah laut dengan kedalaman 7 meter. Bermodal ajakan teman, Shafa Thasya Thaeraniza ikut ambil bagian. Kebetulan kampusnya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universita­s Brawijaya (UB), dipercaya menyeleksi dan melatih para penari. ”Pesertanya kurang. Seharusnya butuh 48 orang. Tapi, yang mendaftar baru 30 orang,” kata Thasya.

Pendaftar tidak harus bisa menari. Namun, mereka wajib mempunyai diving license. Kartu tersebut menunjukka­n seseorang telah teruji bisa menyelam. ”Setelah daftar, dikasih tahu jadwal latihan fisiknya. Tiap Sabtu pukul 09.00 sampai 14.00,” imbuh gadis yang tinggal di Jagir itu

Mereka hanya punya waktu dua minggu berlatih. Mayoritas pendaftar tidak punya kemampuan menari. ”Cuma ada satu yang bisa, Falesa,” ujarnya.

Pihak Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UB mendatangk­an pelatih. Slamet Diharjo, namanya. Pria 33 tahun tersebut merupakan lulusan Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya. Samsul, panggilan akrabnya, diberi kesempatan mengajar intensif selama tiga hari.

Tari gandrung biasanya berdurasi 10 menit dengan tempo cepat. Namun, oleh Samsul, durasinya dipangkas menjadi 6 menit. Karena berada di dalam air, gerakan menjadi lambat. ”Jadi, kalau di darat bisa ditarikan selama 6 menit, begitu masuk air jadinya 10 menit,” ceritanya.

Setelah tiga hari, 12 mahasiswa yang menjadi penari berlatih sendiri. Selama seminggu, mereka berlatih di darat. Thasya mengakui gerakannya tak kunjung luwes. ”Kaku seperti kanebo, belum pernah menari sebelumnya,” ujar gadis 20 tahun itu, lantas tertawa.

Namun, mereka tak putus asa. Fakultas juga sangat mendukung. Semua peserta diberi dispensasi untuk tidak kuliah. Mendekati hari H, mereka menambah porsi latihan. ”Kami berlatih mulai pukul 08.00 sampai 17.00, istirahat untuk salat dan makan saja,” ujar mahasiswi semester IV itu.

Seminggu sebelum hari H, mereka baru mencoba latihan di dalam air. Mereka berlatih di kolam renang Universita­s Negeri Malang (UM). Samsul tidak ikut mengawasi. Alhasil, para penari tersebut menghadapi sejumlah kendala. ”Gerakan melingkar tidak memungkink­an dilakukan. Setelah berdiskusi, kami ganti gerakan maju-mundur secara bergantian sambil bukatutup kipas,” jelas Thasya.

Masalah baru muncul saat geladi bersih. Rombongan tiba di Banyuwangi pada Minggu malam (1/4). Keesokan harinya, pukul 04.00 mereka sudah menuju lokasi, yakni Pantai Bangsring. Sampai di sana, mereka berlatih di pinggir pantai sambil menunggu pembuatan panggung bawah laut. ”Pukul 11.00 baru kami masuk air,” katanya.

Geladi bersih usai. Tibalah hari yang ditunggu. Sebanyak 23 orang turun ke bawah laut. Terdiri atas, 12 penari, 8 pria pemegang bendera, dan 3 penabuh alat musik. Gerakan tari sudah dihafal. Namun, menyesuaik­an dengan musik cukup sulit. ”Suara yang bisa didengar cuma bunyi gong,” imbuhnya.

Sepuluh menit mereka di dalam air. Setelah itu, secara serempak mereka naik ke permukaan. Diiringi suara sirene. Mereka membentuk formasi melingkar dengan pembawa bendera Merah Putih di tengah. ”Rasa haru, bangga, lega, semuanya campur aduk. Dosen, mahasiswa, ikut menangis bahagia,” ujarnya.

 ?? AHMAD DIDIN/ JAWA POS ??
AHMAD DIDIN/ JAWA POS
 ?? SHAFA THASYA THAERANIZA FOR JAWA POS ?? PENGALAMAN BARU: Penampilan Shafa Thasya Thaeraniza saat menari di dalam air pada acara Banyuwangi Underwater Festival 2018. Foto kanan, Thasya bersama pelatih tari gandrung, Slamet Diharjo.
SHAFA THASYA THAERANIZA FOR JAWA POS PENGALAMAN BARU: Penampilan Shafa Thasya Thaeraniza saat menari di dalam air pada acara Banyuwangi Underwater Festival 2018. Foto kanan, Thasya bersama pelatih tari gandrung, Slamet Diharjo.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia